Pages

Wednesday, December 11, 2013

Cinta (di mana?)

Kamu pergi, dan aku... masih di sini. Menanti? Tidak, aku tau semua akan berakhir sia-sia jika aku menantimu.

Tapi, tetap aku masih di sini. Entah untuk apa.

Aku seakan tak dapat lagi merasakan cinta. Semua hanya mengikuti putaran waktu. Setiap detik yang menjadi menit, berganti jam... hari... bulan... tahun... Entah sampai kapan.

Orang bilang, aku hanya belum menemukan pengganti dirimu.

Tapi bisakah aku menemukan pengganti dirimu jika aku tak lagi dapat merasakan cinta?

Apakah cintaku masih untukmu? Tidak... sudah kubilang... aku tak lagi dapat merasakan cinta.

Bodoh

Bodoh.

Satu kata ketika aku menelusuri perjalananku yang dulu pernah bersinggungan denganmu.

Kita berkenalan, ngobrol, kemudian jadian. LDR. Kemudian kamu menghilang, aku? Menunggu, walau sempat juga mencari penggantimu.

Selang beberapa tahun, kamu datang lagi. Ketika aku tengah sendiri, ngobrol, kemudian jadian (lagi). (Tetap) LDR. Selanjutnya, kamu pergi (lagi, walau kali ini sempat berpamitan sebelum akhirnya menghilang). Aku? Tetap menunggu hingga lelah, dan akhirnya mencari pengganti dirimu. Apa aku sudah benar-benar melupakanmu?

Selang beberapa tahun, kamu hadir kembali. Saat aku tak lagi sendiri, tapi kita tetap ngobrol, terkadang layaknya orang pacaran. Selingkuh? Mungkin. Hingga akhirnya, aku memilihmu. Selanjutnya? Kamu pergi (lagi), menghilang (lagi).

Maka aku sebut diriku bodoh, cintakah? Entah, yang pasti aku bodoh.

Bodoh, percaya pada kata "aku mencintaimu dan tak akan meninggalkanmu lagi".

Bodoh, percaya pada kata "kalau jodoh nggak akan kemana".

Bodoh.

Monday, September 30, 2013

Rasa

Akhir-akhir ini rasa tidak percaya diri seolah menyergap. Sepertinya bukan hanya rasa itu, tapi seperti rapuh... ah... susah menjelaskannya.

Entah kenapa, tiba-tiba saja hadir. Mengingatkan, sepertinya dulu pernah merasakan juga. Hmmmm... 5tahun yang lalu.

Dan kala itu, lagu ini membuatku terisak...

https://www.youtube.com/watch?v=urY1aZCRs7c&feature=youtube_gdata_player

Sekarang....... tak ada air mata, hanya seperti ada sesuatu yang memenuhi seluruh rongga paruku.

Saturday, August 31, 2013

Bukan aku, tapi dia...

Kamu menangis?

Aku langsung mengusap air yang mulai meleleh di pipiku dengan punggung tangan kiriku.

Kenapa? Sedih?

Sedih? Pertanyaan macam apa itu? Retorik?

Sudahlah, bukankah dia selalu menyakitimu?

Tapi... aku... aku masih mencintainya.

Tapi, dia mengkhianatimu? Itu artinya dia tak mencintaimu!

Tapi... dulu..., aku merasa bahagia bersamanya.

Semua orang bisa berubah, tak terkecuali dia.

Tapi... ia sempat berkata, lebih memilih aku daripada...

Sudahlah! Keputusanmu sudah tepat.

Tepat? Bagian mana?

Kamu pergi, meninggalkannya.

Kamu salah?

Salah? Bagian mana?

Dia yang pergi meninggalkanku.

Sebentar... kita reka ulang secara singkat... Dia mengkhianatimu, dan ketahuan. Kemudian kamu meminta mengakhiri hubungan, dia berkata lebih memilihmu. Dan kamu  tetap pergi kan? Tetap putus?

Ya, tapi...

Perlahan aku menyodorkan tangan kananku yang masih erat menggenggam pisau berlumuran darah itu. Darah (mantan) kekasihku.

... dia yang pergi meninggalkan aku.

Wednesday, August 28, 2013

I have to breathe...

It's two a.m feelin' like I just lost a friend...
Hope you know it's not easy for me...
And I can't breathe without you,but I have to..

***

Tylor Swift masih "bernyanyi" lagu yang sama berulang kali, terus... dan terus. Karena hanya ada "dia" di playlistku, lagu yang menjadi lidah bagi apa yang sedang aku rasakan sekarang.

Kebiasaan buruk saat sedang patah hati, menuangkan perasan jeruk pada luka yang masih mengangga. Itu yang aku lakukan sekarang.

"Aku tak bisa hidup tanpanya"

Aku pernah bicara seperti itu pada seorang teman. Dia hanya menanggapi dengan satu kata, alay!

Mungkin, kalimat itu terdengar alay, tapi itulah yang aku rasakan. Membayangkan tak ada dirinya mengiringi jejak langkahku sudah begitu membuatku perih.

Bukan karena bahagia yang tercipta, karena perjalanan kami pun melewati kerikil juga jalan terjal. Justru karena kami mampu melewatinyalah membuatku makin perih membayangkan tak ada lagi dirinya. Ia adalah sahabatku mengarungi semuanya, sahabat terbaikku.

Temanku pernah bertanya, mana yang lebih sakit, meninggalkan atau ditinggalkan?

Dulu, aku menjawab "ditinggalkan". Namun kini, aku tak memilih keduanya. Karena dalam dua kata itu tetap ada kehilangan yang menjadi efeknya.

Seperti sekarang, ketika akhirnya aku yang melangkah pergi darinya, aku seakan tak dapat bernafas. Ya, karena aku tak bisa hidup tanpanya. Tapi aku harus walau tak akan mudah.

... i have to breathe without you...

*note : fiksi*

Monday, August 5, 2013

unpredictable (3)

Hari ini aku berniat menghabiskan waktuku hanya berada diatas tempat tidur, setelah pekerjaan selama seminggu yang tidak hanya menyita waktuku, tetapi juga tenaga dan pikiranku. Saat aku tengah asyik menikmati novel yang sudah seminggu sejak aku beli aku anggurkan begitu saja, tiba-tiba ada panggilan di ponselku. Sedikit malas aku seret tubuhku dari tengah ranjang mendekati nakas tempat aku menaruh ponsel.

Nomer siapa ini? Satu nomer tak aku kenal, tetapi sepertinya aku pernah membaca deretan angka ini. Setelah beberapa saat coba untuk mengingat dan nihil, akhirnya dengan sedikit ragu aku angkat panggilan itu.

"Halo..."

"Hallo..."

Suara itu! Tak mungkin aku bisa melupakan suara itu.

"Hallo... Ken, hallo..."

Setelah sejenak terdiam, akhirnya aku kembali berkata, "Ohya... maaf, dengan siapa ya?"

Terdengar gelak disana, kemudian "Ini aku Maheenk, lupa ya? Sorry aku baru hubungi kamu, awalnya aku kira nomermu ganti jadinya aku tunggu kamu hubungi setelah aku kasih kamu kartu namaku. Tapi... Btw, apa kabar?"

Aku tak berusaha memutus ucapannya, kebiasaannya kalau gugup ternyata tetap sama. Berbicara tanpa jeda. Ah...

"Aku? Alhamdulillah baik."

"Bisa nggak kita ketemu. Aku kangen ngobrol panjang lebar ama kamu."

"Errrrr, kapan?"

"Hari ini?"

Aku lirik novel yang baru aku baca seperempat bagian tadi, seolah meminta persetujuan. Namun justru pertanyaan saat awal bertemu dengannya beberapa hari lalu menyeruak, pantaskah?

"Hmmm... agak sore aja ya, jam empatan gitu?"

"Oke, kamu aku jemput atau...?"

"Gak usah kita ketemu langsung aja di Starbuck TP"

"Oke, see u"

Setelah sambungan terputus dan aku hendak kembali membaca novelku, tiba-tiba kembali ponselku berbunyi. Tanda ada satu pesan singkat.

-From : bluess_byru-

Nanti malam aku ada meeting mendadak. Sorry  ya, besok baru aku datang ke apartementmu. Okay?

Ah... apa semesta sedang berkonspirasi mendukung pertemuanku dengan ia yang harusnya tetap tersimpan sebagai masa lalu?

*bersambung*

unpredictable (2)

Setelah empat tahun, aku tak menyangka akan bertemu kembali dengannya. Bahkan saat ini aku masih merasa semuanya hanya mimpi semata, walau ditanganku terdapat secarik kartu nama, miliknya.

Apa maksud sang waktu dengan semua ini. Ketika ia membawaku pada apa yang namanya lupa tiba-tiba ia menghadirkan begitu saja seseorang yang berusaha aku simpan rapat disudut kotak kenanganku.

Di dalam kubikelku masih menimang kartu nama miliknya, aku terdiam. Lintasan kenangan juga angan membaur mendesak dalam benakku. Ragu, apa aku harus menghubunginya duluan? Apa pantas?

Dan kini kilasan dalam benakku berisikan kejadian tadi siang, saat kami bertabrakan, entah karena aku yang saat berjalan sambil sibuk merapikan mapku atau karena memang semesta menginginkan pertemuan itu. Kemudian ketika aku tahu bahwa ia yang bertabrakan denganku, yang ada hanya kebisuan. Sepertinya ia juga tak menduga dengan pertemuan itu. Hingga terdengar suara lagu yang ternyata adalah nada dering diponselnya, membuyarkan kebisuan itu.

Tiba-tiba setelah ia melihat sekilas ponselnya, ia mengambil sesuatu dari saku kemejanya. "Nanti kita ngobrol ya!" Katanya sambil mengangsurkan kertas yang ternyata kartu namanya dan langsung beranjak pergi. Aku masih terdiam memandang punggungnya yang kian menjauh, terkejut dengan yang ia lakukan.

Sekali lagi aku pandangi kartu nama itu, kemudian...

"Halo..."

"Nanti pulang kantor aku jemput ya?"

"Oke!"

Sepertinya masa lalu memang letaknya cukup sebagai kenangan...  Kuselipkan kartu nama itu dalam agendaku.

*bersambung*

status : blogger?

Membaca kembali tulisan-tulisan lama... ada yang buat kangen. Kangen rajinnya dulu posting, bisa satu hari satu postingan :) Kangen dengan teman-teman lama yang akhirnya sekarangpun juga sama... jarang ngeblog :)

Maksud awal sih cuman mau kangen-kangenan aja... karena akhir-akhir ini niatan posting blog satu hari satu post sepertinya memang masih tetap cuman jadi niatan -_-" Tapi saat akhirnya baca postingan diawal-awal hidupnya blog ini, ada satu pertanyaan : "apa sih maksudnya buat blog ini?"

Mungkin memang bisa jadi maksud pembuatan diawal seiring jalannya waktu berubah, tapi setelah dipikir-pikir lagi sepertinya kenikmatan ngeblog itu lebih dirasakan diawal ngeblog dulu... bahwa niatan buat blog adalah pengisi waktu luang dan menumpahkan isi otak ketika dirasa sudah terlalu sesak.

Jadi nggak ada beban ketika blog misal didiemin beberapa waktu... nggak ada beban ketika nggak blogwalking yang pastinya berdampak kesepinya pengunjung... nggak ada keharusan share ke media lain kalo abis posting supaya ada yang ngunjungin... :)

Dan akhirnya beberapa waktu belakangan ini melakukan apa yang dulu dilakukan. Menulis blog just for fun. :) Trus kalau sudah begitu apa masih pantas disebut sebagai blogger? Terserah sih, tapi status saya yang pasti adalah emak dari dua orang krucil hehe... :p

Saturday, July 13, 2013

Mesin waktu.

Mesin waktu, itulah dirimu bagiku. Saat menatapmu maka tanpa bisa aku cegah waktu seolah berputar kembali pada suatu masa. Masa yang selama ini coba kuenyahkan dari labirin kenanganku. Tapi, kamu tanpa berbuat apapun, cukup dengan senyum bahkan diammu mampu menarikku kembali ke masa itu.

Menghindarimu itu satu-satunya cara yang dapat aku lakukan, walau ternyata melakukannya tak semudah aku berlari menjauhimu. Ada luka tersendiri bahkan saat memikirkannya. Dan ketika niat melangkah menjauh itu terbersit kembali, aku hanya bisa membisikkan kata "maaf".

Seperti saat ini, aku hanya bisa berdiri di sudut tersembunyi ini. Memandangmu, cukup tahu kau berada di sana tanpa perlu menatap sosokmu lekat-lekat.

"Apakah kamu masih marah padanya?"

Tepukan dibahuku mengagetkanku. Tanpa perlu menoleh aku tahu siapa yang melontarkan pertanyaan itu.

"Kamu tahu apa alasannya." jawabku nyaris berbisik.

"Tapi bukankah dia tak bersalah, mengapa beban itu kamu limpahkan padanya?" Kini pemilik suara itu sudah berdiri disebelahku.

"Sudahlah tak perlu dibahas lagi, kamu tak akan mengerti apa yang sedang kurasakan!" jawabku ketus dan melangkah menjauh.

"Aku...," kalimatnya terhenti, mau tak mau aku menghentikan langkahku, dan  kemudian ia kembali berujar, "aku memang tak mengerti dan mungkin tak akan pernah mengerti, aku hanya takut. Takut lukamu justru akan ikut melukainya dan membawamu pada penyesalan yang tak berujung. Dia..." Sekali lagi kalimatnya terhenti, membuatku menolah, menampakkan wajah tak sabar menanti ia menyelesaikan kalimatnya.

"Mereka mungkin terhubung, tapi mereka bukanlah orang yang sama. Dia tidak melukaimu, walau mungkin ia membawamu pada kenangan yang ingin kamu lupakan. Dia justru akan membantumu menyembuhkan luka hatimu. Ah..."

Kudapati nada putus asa saat dia berbicara, dan sekali lagi aku berkata, "kamu nggak ngerti," dengan nada tak kalah putus asa.

"Cobalah... cobalah lebih keras lagi. Dia dihadirkan Allah bukan untuk kamu sia-siakan, hanya kamu yang dia punya. Lelaki mungil itu membutuhkanmu, ibunya. Apakah kamu ingin seperti ayahnya, pergi begitu saja, meninggalkan tanggung jawab yang ia punya?"

Kalimat terakhir itu begitu menohok tepat ke ulu hatiku. Ayahnya mungkin meninggalkannya karena tak mengetahui kehadirannya, sedang aku?? Lututku seketika lemas, dan aku hanya bisa terduduk di lantai dingin Rumah Sakit sambil tergugu.

Friday, July 12, 2013

Terinspirasi

Beberapa waktu lalu sempat menyimak di twitter tentang sebuah buku yang dikatakan hasil plagiat. Bukan hanya kali ini sih, tetapi udah beberapa kali. Khasus semacam plagiat ini sepertinya memang nggak bisa hilang dari dunia perbukuan. Seperti menunggu kejelian orang, untuk akhirnya terungkap.

Mungkin alasan yang paling jamak digunakan adalah "terinspirasi". Lantas kalau sudah begitu apakah salah?

Aku sebagai salah satu orang yang juga suka menulis cerita, kadang memang terinspirasi dari penulis-penulis favoritku. Mungkin awalnya dari cara penulis itu bercerita lewat tulisannya, gaya menulisnya. Tetapi tentunya nggak akan terus menerus seperti itu, karena pastinya harus melatih diri sehingga menemukan gaya menulis yang memang gayaku. Dan sampai sekarang masih terus belajar. :)

Kalau tentang ide, yang terpenting mungkin bagaimana kita mengembangkan sebuah ide. Ide kan kadang datang dari buku yang kita baca, nggak menutup kemungkinan kan? Nah tinggal bagaimana kita memaparkannya sehingga menciptakan sesuatu yang baru dan khas dengan diri kita.

Naaaah, beberapa waktu belakangan ini, aku memang lebih banyak membaca daripada menulis. Tak perlu dijelaskan mengapa, hehehe. Dan anehnya, dibeberapa buku yang aku baca (yang termasuk golongan buku baru, terbitan 2012-2013) aku menemukan inti cerita yang sama dari 2 buku, tapi menariknya masing-masing memaparkannya dengan gaya penulisan yang berbeda.

Misal aku baca dua buku itu tidak dalam waktu berdekatan, mungkiiiin nggak akan ada yang namanya "bosan". Tapi "kebosanan" itu juga terselamatkan dari gaya bercerita yang berbeda. :)

Dan entah kenapa, akhir2 ini banyak buku yang ketika aku baca mengingatkan ama buku yang beberapa waktu sebelumnya aku baca. Seperti : Time Will Tell yang 1 buku ini berisi 2 cerita dan cerita pertama mirip buku Reuni, cerita ke 2 mirip buku My Cup of Tea.

Apa kamu juga pernah menemukan buku dng tema yang mirip?

Thursday, July 11, 2013

Suara aneh

Saat liburan sekolah gini, biasanya di TV akan banyak film anak. Film anak tentu nggak lepas dari film-film Disney. Banyak banget kartun Disney yang mungkin telah jadi film kartun sepanjang masa.

Tarzan, Hercules, Little Mermaid, Anastasia, Lion King, Pocahontas dll dsb...

Nah saat liburan kali ini beberapa kali ikutan nonton kartun Disney yang ditayangkan salah satu stasiun TV. Begitu liat awal-awal udah seneng banget tuh, tapi kemudian......

Ngek ngok...

Ada yang malesin buat lanjut nonton. Filmnya jadi berasa aneh berkat suara-suara aneh. Suara aneh? Yup, maksud suara aneh itu adalah filmnya didubbing -_-"

Yang lebih nggak ngenakin juga kadang dubbingnya itu sampe ke lagu-lagunya. Biasanya kalo dah gitu langsung pindah saluran TV, hehe. Atau kalau misal masih pengen liat akhirnya cari filmnya ditumpukan koleksi dan kalau ternyata belum punya ya... antara nggak jadi nonton atau akhirnya nonton dengan sedikit rasa tidak rela.

Mungkin sie yak didubbing itu maksudnya memudahkan anak-anak memahami jalan ceritanya. Tapi, entah kenapa lebih sreg kalo nggak didubbing, untuk anak yang belum bisa baca kan harusnya dng pendampingan orang tua. Kalo yang udah bisa baca kan bisa jadi salah satu alat belajar memperlancar selain belajar membaca juga bisa untuk belajar bahasa Inggris kan? (imo)

Kalau kamu, suka nggak film yang didubbing.

Wednesday, July 10, 2013

Bersambung

Pernah nggak pas baca novel kemudian mendapati ending menggantung, secara nggak sadar kita protes "kenapa sih kok dibikin nggantung gini?". Emang sih tiap-tiap orang punya selera sendiri untuk apa yang dia baca, mulai genre sampe endingnya dan nggak mungkin penulis akan memenuhi semua keinginan pembaca kan? Hehe

Aku kadang ngerasa satu novel ceritanya terlalu singkat walo bukunya sudah lumayan tebel, dan itu sering terjadi karena mendapati bagian yang seperti terpaksa dihilangkan. Sering banget akhirnya ngomong "iiiih, kok tiba-tiba gini...".

Tapi beda loh ya sama tulisan yang mbulet. Mbulet tuh karena satu adegan yang bisa dijelaskan/dituliskan singkat malah dipanjang-panjangin, sedangkan kalo cerita yang dirasa singkat itu ada adegan yang hilang. Ngerti kan?

Nah, yang keren itu ketika seorang penulis membuat buku bersambung. Buat cerita pendek bersambung aja udah susah menurut aku, laaaah ini malah buku/novel bersambung! Hebatnya lagi mereka mampu buat pembacanya penasaran dan menunggu-nunggu lanjutannya. d(*.*)b

Akuuuu, tipe orang yang bisa dibilang males untuk (nungguin) baca novel bersambung. Soalnya, kadang begitu buku lanjutannya keluar lupa dengan cerita yang ada dibuku sebelumnya. Jadiiiii, biasanya aku suka ngumpulin dulu bukunya baru begitu lengkap dibaca deh. Untungnya nggak banyak novel bersambung yang aku tahu :p paling begitu tau tinggal nunggu buku terakhirnya keluar.

Naaaah, kemarin nih dapet buntelan dari salah satu penerbit. Seneng? Pasti dooooonk, buku heratissss :p walau punya kewajiban ngereview tapi tetep aja siapa coba yang nolak dpt gratisan :)) Pas buka bungkusnyaaaaa, ternyata dapet buku yang berseri dan itu baru seri pertamanya!!! Dan lanjutannya entah kapan terbit dan entah ada berapa buku untuk seri itu?? #urekurektanah

Mau nggak dibaca juga nggak mungkin, lah review ne piye jal nek ora diwoco???

Akhirnya setelah baca, aku jadi mikir kaya'nya nggak baca lanjutannya gpp juga sie. Yup, karena endingnya bisa juga dianggap (tepatnya AKU anggap) sudah benar-benar ending. Ya... walau karena tahu itu berseri tetep aja penasaran dengan lanjutannya. #mbulet #dikemplang

Baru kali ini aku baca buku yang ceritanya nggak mbulat tapi aku berharap nggak ada lanjutannya. >.< *mungkin hanya karena aku musti nabung buat beli lanjutannya juga menghibur diri karena nggak tau lanjutannya terbit kapan*

Jadi penulis emang susah ya. Sad ending diprotes, katanya hidup udah susah kok disuguhin cerita susah. Happy ending diprotes, katanya jangan membuai pembaca dengan cerita hidup layaknya dinegeri dongeng. Ngegantung diprotes juga, karena udah buat pembaca penasaran. Nulis 1 novel dikata kurang, nulis berseri dikata kelamaan nungguin lanjutan.Hihihihi.

Makanya Nge, udah tau nulis susah jadi kalo baca novel jangan kebanyakan protes!!! Hahahaha

Saturday, July 6, 2013

(bermain kata) kenangan

tentang mimpi
kadang menghantui
ketika ia pergi
dan hadirkan sendiri

mimpi jadi kenangan
dengan nama khayalan
sisa hempasan harapan
untuk yang ditinggalkan

semua seakan membayang
hingga nanti tiba masanya
mungkin tak hilang
hanya terlupakan, tak sengaja

Tuesday, July 2, 2013

Man saara ala darbi washala

Man saara ala darbi washala
~ Siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan

Itu "mantra" yang ada di buku Rantau 1 Muara, buku ketiga dari trilogi Negeri 5 Menara.

Sejak baca buku pertamanya aku sudah jatuh cinta dengan cerita yang disajikan. Semacam membaca buku diary seseorang yang diceritakan dengan bahasa yang enak (buatku). Terlebih walau trilogi ini merupakan buku fiksi tapi seperti ada bagian-bagian yang benar terjadi pada panulisnya.

Suka dengan ceritanya karena kehidupan tokoh yang digambarkan benar-benar membuat aku berpikir bahwa memang apa yang dituliskan semuanya nyata. Tidak melulu bahagia, tapi juga tidak melulu sedih dan merana. Selalu akan ada penggambaran bagaimana Alif, tokoh utamanya, berjuang untuk mendapatkan yang dia inginkan.

Alif-pun tidak digambarkan sebagai tokoh yang tampil sempurna, agamis, bijak dll... tapi ya... tokoh yang menggambarkan manusia biasa, punya rasa sombong, iri, gengsi dll... Hingga akhirnya dari sifat negatif yang ditunjukkan dia mendapat ganjaran tersendiri, dan itu membuatnya belajar untuk menghapus hal buruk yang melekat padanya.

Buku ketiga ini lebih banyak disisipkan masalah cinta, mencari jodoh dan bagaimana setelah menikah. Nah tuh, yang jomblo wajib baca deh ya... #dikeplak para jomblowan jomblowati :))

Walau penggambaran tokoh dan apa yang terjadi begitu natural, tapi aku selalu berpikir bahwa tokoh Alif nie keberuntungannya guedeeee banget :)) meskipun dicerita digambarkan juga bahwa semua tidak semata-mata karena keberuntungan, kalau mau ringkasnya dia melakukan dua hal wajib : doa dan ikhtiar. Tapi tetep deeeeeh, rasanya Fuadi eh Alif nie merupakan orang yang beruntung banget!!

Yang pasti dari 3 buku ini banyak pelajaran yang bisa diambil deh :D

*review sementara sebelum dipindah ke blog bukuku.*

Monday, July 1, 2013

N5M R3W R1M

Beberapa hari lalu alhamdulillah buntelan buku Rantau 1 Muara sampai di rumah. Buku terakhir dari trilogi Negeri 5 Menara ini dapet gratis, alhamdulillah...

Kok bisa dapet gratis?

Aku punya blog khusus review buku (bacaan inge) dan karenanya bisa gubung di komunitas Blogger Buku Indonesia (BBI). Naaaah dari komunitas ini lah akhirnya bisa dapet buku-buku gratis. :) walau sudah bisa dipastikan berebut (karena anggotanya udah mencapau 150 lebih! dan buku yg dibagi pastinya berbatas) tapi alhamdulillah pas bagi-bagi buku yang salah satunya R1M ini aku lagi online dan koneksi inet lagi jayaaaaa :))

Nah... sekarang aku lagi mulai baca dan pastinya nanti buat reviewnya juga (ini tugas kalo dapet buntelan :p)

Satu hal yang lucu tentang buku-buku trilogi Negeri 5 Menara ini, yaitu tak ada satupun yang beli :)) semua dapet buntelan :p

N5M adalah kado ultahku.
R3W adalah hadiah menang kuis.
R1M adalah buntelan berkat BBI.

Oia, berkat baca N5M aku kepikiran buat masukin anakku ke pesantren ntar :)) semoga bisa jd nyata... amiiiin :)

Friday, June 28, 2013

Fiksi?

“Boleh aku baca salah satu cerpenmu?”

Kuangsurkan selembar kertas yang baru saja selesai aku tuliskan sepenggal cerita.
*
“Haruskah aku memilih?”

“Antara aku dan ibumu? Tentu saja tidak, kamu tak perlu memilih.”

“Jadi?”

“Aku melepasmu, berbaktilah. Aku tak sempat berbakti pada ibuku karena beliau pergi sebelum aku sempat melakukannya. Anggap saja dengan melepasmu dan membuatmu berbakti pada ibumu, itu bisa dikatakan caraku berbakti pada seorang yang ingin aku panggil ibu.” Walau kelu, akhirnya aku mampu mengucapkannya.

“Maafkan aku.”

Melihatmu pergi, itu salah satu masa yang paling sulit untuk kulupakan. Seakan kamu telah membawa separuh bahagiaku, dan aku terasa timpang sekarang. Walau senyuman yang kuberikan dipertemuan terakhir kita, mungkin kamu tak pernah tahu bahwa hatiku menjerit, pilu. Biarlah semua kusimpan untukku sendiri.
*
“Kenapa tulisanmu selalu berakhir sad ending?” Tanyamu selesai membaca, dan kemudian mengangsurkan kembali kertas itu.

Sambil tersenyum aku menjawab, “bukankah lebih baik berakhir sad ending di sebuah tulisan fiksi daripada di kehidupan nyata.”

Reaksimu hanya tersenyum sambil mengacak rambut pendekku. Kebiasaan.

***

Satu tahun kemudian.

Aku tak tahu, mengapa aku masih saja mempertanyakan tentang cintamu. Bukan… bukan tentang kesetiaanmu, tetapi cintamu. Walau aku takut kamu akan pergi dengan orang lain tapi aku lebih merasa takut ketika kamu akhirnya memilih aku tanpa ada rasa cinta dihatimu. Walau akupun tak memiliki jawaban saat akhirnya kamu bertanya, “lantas jika bukan karena cinta maka untuk apa aku tetap memilihmu?”

Ya, aku selalu terdiam saat akhirnya kamu melontarkan pertanyaan itu. Walau aku ingin menjawab, “aku akan tahu alasannya jika kamu mengatakannya, bukankah hanya kamu yang memiliki jawabannya.” Namun kalimat panjang itu hanya aku telan dalam pikiranku.

Entah apa karena aku takut kamu tak akan mencintai aku sebesar cintaku padamu, atau karena apa. Seorang teman berkata padaku, “jangan berpikir yang macam-macam karena kamu tak akan tahu mana yang akhirnya menjadi semacam doa, dan baru menyesali setelah ternyata pikiranmu itu menjadi kenyataan dan melukaimu sendiri.”

Ah, tapi entah mengapa skenario luka itu seperti sudah terpatri dalam otakku. Semua tertuang dalam setiap cerita-cerita fiksi yang aku tuliskan. Aku selalu mengatakan itu fiksi, walau aku pun tahu pasti bahwa itu semua adalah bayangan yang entah bagaimana seakan benar terjadi antara aku dan kamu.

“Kenapa tulisanmu selalu berakhir sad ending?” kamu pernah menanyakan itu.

Dan selalu seperti jawabanku pada semua yang juga pernah bertanya pertanyaan yang sama, “bukankah lebih baik berakhir sad ending di sebuah tulisan fiksi daripada di kehidupan nyata.”

Reaksimu hanya tersenyum sambil mengacak rambut pendekku. Kebiasaan.

Hingga kemudian, beberapa saat lalu sebelum aku menuliskan ini semua, satu tulisanku seakan berwujud nyata. Ketika kamu mengatakan, “aku sayang kamu, tapi apakah salah saat aku ingin menjadi anak yang berbakti?”

Ya, pertemuan tadi menjadi pertemuan terakhir kita. Seperti halnya dalam cerita yang pernah aku tulis, aku akhirnya memilih melepaskanmu. Tapi anehnya jika dalam ceritaku aku menuliskan bahwa ada kesedihan yang tergambar jelas tetapi saat ini yang kurasakan hanya hampa.

Mungkin aku sudah bersedih sebelum akhirnya ini terjadi, dan aku sudah lelah merasakan sedih yang sepertinya selama ini aku sangkal.

Wednesday, June 26, 2013

Aku, aku yang menyakitimu.

Aku masih sangat ingat percakapan itu, setiap detail kata yang ia ucapkan.

***

"Mengapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu? Apa aku berbuat salah?"

Bukannya menjawab pertanyaanku, kamu justru menodongku dengan pertanyaan lain. Ya, walau memang wajar kamu bertanya seperti itu ketika aku tiba-tiba bertanya, "Bagaimana kalau kita jalan masing-masing dulu?"

"Aku hanya tak ingin menyakitimu." kataku sambil menatapmu, menatap dua bola matamu yang aku tahu mulai ada sedikit air mata disana. Ah, aku benci situasi ini. Tapi memang itulah alasanku.

Kamu terdiam cukup lama, sebelum akhirnya berujar, "kamu tak pernah menyakitiku, tak tahukah bahwa kamu salah satu sumber bahagiaku?"

Mendengar ucapanmu, ganti aku yang hanya bisa terdiam. Aku ingin merengkuhmu dalam pelukanku, ingin mengatakan aku sedang becanda, tapi tidak... aku tak bisa lagi memelukmu dan aku tidak sedang becanda.

"Aku... aku hanya tak ingin ada orang lain, khususnya keluargaku yang menyakitimu."  Entah kamu mendengar ucapanku itu atau tidak, karena entah mengapa lidahku terasa kelu dan akhirnya aku mengatakannya sambil menunduk serta suara yang keluar layaknya sedang berbisik. Sedetik kemudian saat aku kembali menatapmu, aku tahu bahwa kamu mendengarnya.

Kamu hanya diam, walau aku tau dari sorot matamu mengatakan kamu percaya dengan alasanku juga tersirat bahwa kamu tak setuju dengan ucapanku itu. Tapi tak ada satu katapun yang terucap darimu.

Hingga akhirnya aku putuskan untuk pulang. Ketika aku hendak menyalakan mesin motorku, tiba-tiba kamu berkata, "Baiklah, jika itu maumu. Jika itu yang terbaik menurutmu."

Sedikit kaget aku mendengar ucapanmu itu, hingga aku hanya bisa diam. Tak tahu harus berkata apa, karena rasa nyeri begitu meraja dihatiku, rasa yang beberapa hari ini berusaha aku tepis. Dan aku hanya bisa menatap punggungmu menjauh, hingga kamu menutup pintu rumah.

Aku mulai melajukan sepeda motorku, tapi akhirnya aku berhenti tak jauh dari rumahmu. Saat aku masih terdiam di atas sepeda motor, tiba-tiba ada pesan masuk di HPku, darimu.

Apakah kamu tak pernah tahu, bahwa hal yang menyakitiku tak mudah diciptakan oleh orang lain, kecuali mereka merenggut sumber bahagiaku.

***

Seminggu kita tak bertemu, tak saling memberi kabar. Walau aku ingin tapi bukankah perpisahan itu aku juga yang inginkan, maka kuurungkan niat setiap kali ingin menghubungimu.

Aku menyesal saat terakhir kita bertemu, aku tak merengkuhmu dalam pelukku. Aku hanya tak menyangka bahwa aku tak kan lagi bisa memelukmu, selamanya.

Hari ini aku putuskan untuk menemuimu, tapi aku tak kuasa untuk melihatmu. Tapi jika tidak sekarang, maka aku tak akan memiliki kesempatan lagi.

Kini aku hanya bisa melihatmu, mengagumi kecantikanmu, tanpa bisa lagi memelukmu. Aku hanya bisa berujar lirih, "Maafkan aku..." dan air mataku memaksaku menjauhimu. Menjauhi jasadmu yang sesaat lagi akan dikebumikan.

Aku berusaha menjauhkanmu dari orang-orang yang aku anggap dapat membuat hatimu terluka, justru aku yang membuatmu terluka.

Seribu jalan untuk move on.

Post ini lanjutan dari postingan kemarin, ketika seorang teman membuat aku kembali berpikir, "apakah aku masih sedikit berharap untuk dapat kembali berhubungan dengan masa laluku?"

Aku masih tak memiliki jawaban tegas, iya atau tidak. Tapi ada beberapa alasan aku tak semudah itu melakukan seperti yang dilakukan oleh dua orang itu. (Baca post sebelumnya ya, biar ngeh!)
Aku memang tetap mempertahankan account lama mulai dari email, facebook, twitter, bahkan tadinya juga no HP (tadinya, yup karena akhirnya terpaksa ganti karena habis masa tenggang dan kelupaan diisi, ck!) Kenapa? Kalau pertanyaannya kenapa aku masih mempertahankan itu semua, maka aku jawab juga dengan pertanyaan : kenapa hanya karena satu tikus harus membakar seluruh ladang?

Mungkin benar juga kata temanku, mereka yang begitu mudah menghapus masa lalu itu karena merekalah yang memutuskan suatu hubungan. Mungkin karena takut kekasih lamanya gangguin kali yak, walau menurutku mereka GR banget sik! hihi. Kenapa aku sebut GR karena ya yakin banget gitu mantannya bakal ngeganggu, sapa elo #eaaa

Memang benar cara orang untuk move on tuh beda-beda. Aku bukan termasuk yang berusaha menghapus kenangan/masa lalu dengan cara menghindarinya. Bagiku masa lalu/kenangan itu nggak bisa dihapus, itu semua adalah bagian dari diri yang bisa jadi berperan dalam membentuk diri kita yang sekarang. Berusaha menghapus hal-hal buruk dengan cara menghindarinya, ah... berapa banyak cara coba buat masa lalu itu tiba-tiba hadir tanpa perlu kita sengaja untuk hadirkan?

Bagaimana kalau ketika akhirnya masa lalu itu berhasil "dihapus" kemudian ada hal yang tiba-tiba buat kita mau tak mau mengingatnya?

Seorang teman menjawab : ya udah, ketika tiba-tiba ingat cukup sekilas aja kemudian tak perlu dipikir-pikir/dirasakan lagi.

"Kamu beruntung!" kataku padanya.

Yup, karena kadang orang yang tiba-tiba ingat, sedangkan rasa yang tertinggal tadinya adalah kecewa, marah, atau sedih maka rasa itu kembali ikut terangkat.

Nah, aku nggak mau seperti itu. Karenanya walau mungkin awalnya susah tapi aku berusaha berdamai dengan keadaan itu, hingga akhirnya biar waktu yang mengantarkanku pada titik dimana aku bisa melupakan.

Jadi aku tidak mengganti semua account, bukan karena ingin berhubungan dengan masa lalu (tidak memutuskan tali silahturahmi kan hal yg baik toh :p) tapi lebih karena itu caraku berdamai dengan masalahku.

Ya... memang sie cara orang move on beda-beda. Gimana cara move on-mu?

Monday, June 24, 2013

Apa aku??

Sudah baca tulisanku dengan judul Arigatou?

Ada yang berkomentar secara langsung melalui japri :) lebih tepatnya mungkin bertanya, seperti ini : "Emang kamu pernah dicampakkan? Melakukan (tak menyesali apa yg pernah terjadi) gak semudah menuliskan, Nge!"

Apa jawabku? Aku tak menjawab apa-apa. Karena tau apapun jawabku (saat ini) tak akan pernah memuaskan untuknya yang sedang patah hati. Walau aku ingin ngomong keras-keras ditelinganya "Woiiii gak ada yg bilang akan mudah woiiii... lu kira hidup gue mulus-mulus aje??" *coba sejak kapan aku jadi orang betawi yg pake lu gue, ckck*

Sebenarnya aku juga punya pertanyaan yang sama untuk dua orang yg aku kenal (maap, tak bisa sebut merk) yang bagiku begitu mudah menghapus masa lalu. Bukan hanya semudah menekan tombol unfollow di twitter atau remove friend di facebook. Bahkan mereka (2 orang ituh) ketika putus dengan kekasihnya begitu mudah mengganti account twitter, account facebook, nomer telpon, email bahkan sampe rela terputus koneksi dengan teman-teman lamanya.

Awalnya aku bertanya, semudah itu kah? Untuk apa?

Lantas ada yang memberiku opsi jawaban.
1. Mudah, karena mereka yang mutusin hubungan jadi mereka mungkin nggak mau lagi terganggu dengan masa lalu yang memang sudah mereka niati untuk ditinggalkan.
2. Untuk apa... ya mungkin itulah cara mereka untuk move on, bukankah cara masing-masing orang berbeda.

Yup, sepertinya aku menerima saja opsi itu, karena tak mungkin menanyakan langsung pada 2 orang yang melakukan itu.

Lantas temanku bertanya, kalau kamu pasti tak mudah melakukan hal-hal seperti itu, kenapa?

Belum sempat aku menjawab, temanku itu menebak jawabanku dan tebakannya itu membuatku berpikir. Tebaknya, "apa karena kamu masih sedikit (ya, dimenekankan pada kata ini) berharap masih bisa menjalin hubungan dengan masa lalumu?"

Dalam pikiranku, benarkah aku seperti itu??

Sunday, June 23, 2013

Sebuah (wakil) Rasa

Pernah merasakan bahwa sebuah lagu (seakan-akan) diciptakan untukmu?

Saya senang merangkai kata, menjadikannya ketika dibaca seperti menjadi layaknya puisi. Juga senang merangkai kata, menjadikannya sebuah cerita yang kadang ketika ada yang membaca seolah-olah itu nyata.

Idenya terkadang memang dari kejadian yang nyata terjadi tetapi imajinasi akan menggiring menjadi satu cerita baru yang akhirnya menjadikannya benar-benar fiksi. Begitu juga rangkai kata (seperti) puisi yang tercipta, tak jarang yang membaca menganggap itulah apa yang sedang terjadi pada (rasa) saya.

Tapi, mereka salah. Walau ya ada secuil dari rangkai itu adalah bagian dari roda perjalanan saya tapi nggak plek ketiplek sama. Saya tidak terlalu berani untuk menuturkan secara gamblang apa yang terjadi dengan (rasa) saya.

Anehnya. Yup, anehnya, justru apa yang saya rasakan justru terkadang begitu gamblang terwakili oleh lagu yang bahkan penciptanyapun pasti tak mengenal saya. Atau terkadang melalui cuplik cerita dalam sebuah novel. Hingga akhirnya menemukan kata-kata yang begitu menohok, dan membuat saya berkata : yup, kalimat ini aku banget!

Kamu pernah merasa begitu?

*isenglagipengenupdate*

Thursday, June 20, 2013

Arigatou

"Pernah nggak menyesal bertemu denganku?"

Pertanyaan itu pernah aku lontarkan kepada seseorang, dan jawaban yang aku terima darinya, saat itu agak sedikit tidak membuatku puas.

"Kenapa harus menyesal? Dipertemukan saja sudah untung kan, ya... walau seperti halnya pertemuan itu kita tak pernah tahu kapan datangnya perpisahan."

Di saat kamu sedang begitu tidak ingin kehilangan seseorang, maka jawaban itu benar-benar tidak memuaskan, yup... bukan hanya sedikit. Walau akhirnya ketika perpisahan itu terjadi, dan kemudian kamu memiliki waktu (yg entah berapa lama) untuk kemudian berdamai dengan rasa kehilangan, jawaban itulah yang memang paling masuk akal.

Kadang saat terjadi perpisahan kita menyesali adanya pertemuan, karena siapa sie yang mengharapkan sebuah perpisahan (terlebih saat masih ada rasa sayang/cinta) kan?

Kenangan yang paling menyakitkan mungkin bukan kenangan saat perpisahan itu terjadi tetapi kenangan indah saat masih bersama dan mengetahui bahwa itu kemungkinan untuk terulang sangat begitu kecil. Huft!

Mungkin akan sulit, tetapi kenangan itu justru menunjukkan bahwa saat itu kita benar-benar bahagia. Bahwa semuanya nyata, bukan sebuah kepalsuan walau kemudian harus berakhir.  Bukankah sudah jamak dikatakan "Kalau siap dengan pertemuan harusnya diri juga disiapkan dengan adanya perpisahan."

Bukankah lebih baik pernah merasa dicintai, daripada tidak pernah merasakan karena takut cinta itu akan pergi, ya kan?

Dari tulisan nggak jelas diatas sebenarnya aku hanya ingin menuliskan apa yang tiba-tiba aku rasakan. :)

Bahwa aku, tak pernah menyesal dengan pertemuan denganmu (masa laluku) juga sudah tak lagi menyesal dengan perpisahan yang akhirnya terjadi. ^_^

Dan terima kasih telah memberikan aku kebahagiaan yang mungkin takkan terganti, aku lebih memilih merasa pernah dibuat bahagia dan dicintai daripada merasa pernah ditinggalkan.

#catatan:ketikatibatibapenganupdate#

Tuesday, April 30, 2013

Harry Potter and the Goblet of Fire (Movie)


Harry Potter and the Goblet of Fire atau Harry Potter nomer 4, entah sudah berapa kali nontonnya. Dan mulai awal tahun ini sejak ada event Re-read buku-buku Harry Potter jadi pengen nonton ulang setiap filmnya. Yup, jadi setiap bulan akhirnya baca satu bukunya dan kemudian dilanjut dengan nonton filmnya. :)

Tapi untuk review filmnya, mungkin baru nomer 4 ini yang aku buat, itu karena aku ingin ikut event yang diadakan oleh mba' Maria, yaitu Books Into Movies Monthly Meme dimana kita diminta mereview film yang berasal dari buku, beserta bukunya pastinya.

Ketentuan lengkapnya bisa dibaca di Blog Hobby Buku's Classic milik Mba' Maria.



Dan untuk review buku Harry Potter and the Goblet of Fire bisa dibaca di blog bacaan inge. :)

***

Diawali dengan terbunuhnya seorang juru kunci sebuah rumah tua, yang awalnya begitu tampak nyata, tetapi kemudian ditunjukkan bahwa sepertinya itu hanyalah mimpi buruk yang dialami oleh Harry Potter. Tapi, benarkah itu hanya mimpi?

Kemudian tiba saat Harry Potter yang pergi menyaksikan Piala Dunia Quidditch, bersama keluarga Ron dan saat keberangkatan bertemu dengan Cadric temannya dari Hogwarts tetapi beda asrama, yang bersama dengan ayahnya. Quidditch salah satu oleh raga sihir yang dicintai oleh Harry, pastinya memberi keseruan tersendiri bagi Harry, dan pastinya tidak hanya Harry tetapi juga bagi semua penyihir. Dapat dillihat dari antusiasme penyihir yang hadir untuk menyaksikan, dari seluruh belahan dunia.

Tetapi keseruan itu tidak hanya dihadirkan dari pertandingan, tetapi setelah itu juga terjadi suatu hal yang lebih menghebohkan. Saat munculnya tanda kegelapan, dan Harry Potter ada ditempat kejadian. Ia memang sempat melihat siapa yang membuat tanda kegelapan itu, tetapi ia tak mengenalinya, karena ia terlanjur pingsan.

Setelah piala dunia yang menghebohkan, tiba saatnya kembali ke Hogwarts. Dan ada hal besar yang menanti disana, yaitu turnamen sihir yang juga akan dihadiri oleh dua sekolah sihir lainnya. Turnamen yang sempat dihentikan, tetapi akhirnya diadakan kembali dan untuk meningkatkan keamanan terdapat aturan-aturan tertentu dan salah satunya adalah batas usia untuk dapat mengikutinya, yaitu diatas 17 tahun.

Tetapi ternyata, Harry Potter namanya muncul sebagai peserta, padahal untuk memasukkan nama menjadi calon peserta bukanlah hal mudah karena semuanya telah diatur secara sihir. Melalui kejadian ini juga seperti menjadi ujian untuk persahabatan antara Harry dan Ron. Selain itu walau terjadi kecurangan dengan menunjukkan rintangan apa yang akan dihadapi tetapi kalau semua akhirnya tahu sebelum pertandingan kan juga bisa dibilang cukup adil, hehe.

Di sini lah akhir cerita untuk Cadric :( yaitu saat ujian ketiga, karena tidak ada yang mau menyentuh Piala yang menjadi tanda kemenangan saat ujian terakhir (Harry dan Cadric tiba bersamaan) akhirnya mereka memutuskan untuk menyentuhnya sama-sama. Ternyata itu adalah keputusan yang salah, karena ternyata piala itulah yang akhirnya membuat Harry Potter berhadapan langsung dengan musuh bebuyutannya, Lord Voldemort.

Pertempuran yang menegangkan dan masih menyisakan banyak tanya, yang ketika terungkap cukup membuat terkejut, karena tak ada yang akan menduga. Itulah menariknya serial Harry Potter ke 4 ini.

***

Beberapa adegan yang menurut aku menarik, yaitu saat  Hermione akhirnya berdandan. Walau ya... walau tanpa dandan pun Hermione tampak cantik.


Dan lihatlah Ron... sepertinya tanda-tanda cinta (bukan sekedar sahabat mulai ada sejak ini yak)




Kemudian Edward Cullen yang selingkuh dari Bella #eh #salahfilmyak :))


Tapi yang paling juara adalah kemunculan sang wartawan, Rita Skeeter. :)



 ***

Membandingkan antara buku dengan filmnya, mungkin susah ya... karena semuanya memiliki batasan tersendiri. Lebih-lebih untuk menyamakan persis apa yang ada di buku untuk dibuat filmnya. Semua itu menurutku karena imajinasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan bisa dibilang 'lebih liar' dan akan susah untuk diwujudkan dalam bentuk nyata seperti film.

Nah, begitu juga dengan Harry Potter ini. Untuk seri ke 4 ini banyak bagian cerita yang ada dibuku dihilangkan bahkan ada yang diubah. Kalau dilihat dari ketebalan bukunya (mencapai 882 halaman) memang sepertinya mustahil untuk menampilkan semua cerita dalam bentuk film, ya... kalaupun mau pasti filmnya akan terbagi menjadi 2 seri, mengingat durasi film paling lama 3 jam, dan itupun jarang untuk film-film produksi hollywood (kalau film India banyak,hehe).

Karena aku membaca bukunya dulu baru kemudian menonton filmnya, jadi untuk mengerti jalan cerita lebih mudah. Mungkin sedikit berbeda untuk yang menonton filmnya tapi belum membaca bukunya, pasti akan berasa banyak yang "tiba-tiba" seperti loncat-loncat gitu ceritanya. Dari awal film sudah berasa, yaitu ketika Harry terbangun dari tidur dengan rasa sakit di kepala pada bagian lukanya. Yang aneh adalah ia sudah ada di rumah Ron dan Hermione pun sudah ada disana. Kemudian saat datangnya para peserta turnamen sihir yang tidak dijelaskan siapa... tiba-tiba ada semacam rumah terbang dan kapal layar selam yang muncul. Juga pada saat adanya kematian tiba-tiba seorang menteri.

Mungkin yang menyenangkan dari film ini dibandingkan bukunya adalah sifat-sifat dari tokohnya (seperti : ayah Cadric atau peserta turnamen sihir yang lain) digambarkan lebih halus dan bersahabat daripada dalam buku. Karena dengan begitu saat akhirnya Victor Krum mengajak Hermione menjadi pasangannya saat pesta dansa menjadi lebih masuk akal. Tapi yang lucu adalah sikap Dumbledore yang sepertinya sempat tidak menunjukkan wibawanya, walau hanya didepan Harry. Yaitu, saat Harry tak sangaja menemukan pansive dikantornya.

Yang menarik adalah saat tantangan ke tiga yaitu memasuki Maze, dan difilm ditunjukkan begituuuuuu luasnya Maze yang ada, sehingga rasanya mustahil untuk dipecahkan, menurutku sih sedikit berlebihan, hehe. Selain itu duel yang terjadi antara Lord Voldemort dengan Harry yang ditampilkan dengan efek yang apik, dimana saat bayangan-bayangan dari orang-orang yang dibunuh oleh Lord Voldemort muncul. Walau memang teka-teki sama banyaknya antara yang di buku dengan di film, tapi penjelasan akhirnya memang lebih puas saat baca bukunya, di film terasa terburu-buru.

Jadi untuk Harry Potter 4 ini aku merasa banyak yang kurang pas ditampilkan dalam bentuk film.
Jadi kalau untuk bukunya aku memberikan 4/5 Bintang, maka untuk filmnya aku memberikan 3/5 Bintang.

Friday, March 22, 2013

rindu

aku merindukannya
entah mengapa?

sesaat ia hadir di mimpi
tanpa pernah aku duga
jangankan berharap,
memikirkannya pun tidak
bahkan, aku sepertinya telah melupakannya
dan mimpi itu...
menghadirkannya kembali

kini, aku merindukannya
dan ditengah tangis diantara sujudku
aku berdoa...
semoga ia baik-baik saja

Wednesday, January 23, 2013

undangan

Aku membuka lipatan demi lipatan pelepah kayu itu. Pelepah kayu yang telah dipoles sedemikian rupa, hingga menjadi sebuah undangan yang begitu cantik. Unik.

Mau tak mau senyumku tersungging. Semuanya seperti yang ada dianganku. Disain undangan pernikahan yang pernah kuutarakan padamu, dan kita sempurnakan bersama.

Kutelusuri tiap goresan tinta emasnya. Tanggal penting itu sudah begitu dekat. Kemudian ada namamu yang begitu panjang walau hanya terdiri 2 suku kata.

Tapi, kemudian, ah... Semua memang seperti apa yang kuinginkan. Undangan pernikahan impianku. Hanya saja nama yang tertera diundangan itu, setelah namamu, bukanlah namaku.

Undangan itu memang di disain sesuai dengan apa yang aku inginkan dulu, dengan namamu dan namaku terukir disana. Tapi kini, bahkan namaku tak tertera dibagian manapun dari undangan itu, bahkan disampul depan tempat nama yang diundang dituliskan.

Karena aku menemukan undangan itu tergeletak di meja kerja temanku, yang juga temanmu. Bukan untukku, rupanya temanku itu lupa menyembunyikannya dariku.

Senyumku masih tersungging dan melalui senyum itu aku ucapkan selamat untuk kalian berdua. Mantan tunanganku dan sahabatku, mantan, ya... mantan sahabat.

Karena adakah sahabat yang mampu merusak kebahagiaan sahabatnya sendiri, dengan merebut tunangan sahabatnya?

Tuesday, January 22, 2013

Reading Challenge

akhir tahun kemarin beberapa teman di komunitas blog buku mulai banyak yang membuat Reading Challenge. pengen ikut, tapi kadang keder juga takut nggak bisa selesai.

sempet kepikiran, apa enak ya... baca buku ditentukan waktunya gitu? jadi berasa punya utang bulanan hehe...

tapi karena pengen banget ikut akhirnya nyoba, awalnya 1 RC yaitu re-read Harry Potter. 1 bulan 1 buku, dan di review :)

tapi kemudian ada RC tentang bacaan anak. ngelirik rak, rasanya pengen re-read buku-buku enid n roald dahl. jadilah ikutan juga.

terus... terus ada RC untuk baca buku Fantasy, temanya sie ngabisin timbunan... jd kudu baca buku terbitan sblm 2013. ngelirik rak lagi, banyak buku fantasy yg baru dibeli dan belum kebaca, jadilah ikutan juga :))

akhirnya ikutlah 3 RC tahun ini, tp kemudian di RC bacaan anak ada read alongnya juga... dan dlm read along itu buku enid dan roald masuk dalam kategori dibeberapa bulan... naaaaah... bingung deh... tapi berasa nanggung kalo nggak ikutan :)) akhirnya ikutan jugaaaa :p

total ada 4 RC tahun ini, ada beberapa RC yg menarik lainnya... tapi errrrr... liat situasi dimana waktu buat baca udah nggak sebanyak dulu dan kecepatan baca yg sepertinya menurun, maka di cukupkan saja lah dng mengikuti 4RC.

oia... salut dng temen2 blogbuku yang bisa ikutan banyak RC sampe ada yg 10 bahkan lebih... ckckck... semoga nantiiiiiii (i nya banyak, krn g tau kapan itu bakal terjadi) aku bisa ikutan RC sebanyak itu :)

satu hal yang juga menarik dari ikutan RC yaitu bertabur hadiah... uhuy... semoga nyantol lah salah satunya (errr lebih juga mau sie hahaha)

Monday, January 21, 2013

pertemuan nanti

saya beberapa kali sempat membayangkan, bagaimana saat kita bertemu nanti? suatu saat, yang entah kapan...

apakah kita akan menjadi dua orang yang seakan tidak pernah saling mengenal? atau kita akan bertegur sapa kaku, seakan kita merasa sial karena pertemuan adalah hal yang paling tidak kita inginkan?

ataukah... seperti sebelumnya, kita saling menyapa, layaknya teman lama yang krn satu dan lain hal tak bertemu?

aku menginginkan kemungkinan terakhir itu, walau aku juga sadar itu adalah kemungkinan yang paling kecil terjadi.

apakah tali silahturahmi kita sudah terputus? semoga saja tidak sampai terjadi, apapun alasannya. aku hanya menganggap memang waktu yang belum menginginkan kita untuk bertemu.

melepaskan...

awalnya... saya sempat berpikir, kenapa harus ketemu kalau akhirnya harus terpisah (lagi)

saya ingat, ada yang bilang... tapi bukankah baik kita diberikan kesempatan untuk bertemu, saling mengenal walau akhirnya harus berpisah, setidaknya kita pernah merasakan pertemuan itu.

awalnya... saya kembali membantah ucapan itu, walau hanya dalam benak saya. gampang untuk berucap demikian karena bukan dia yang ditinggalkan! mungkin bahkan ia yang berucap demikan yang telah menorehkan luka dengan meninggalkan.

tapi kemudian saya sampai disatu titik... dimana saya masih memiliki pilihan antara (ngotot) memperjuangkan atau dengan (sedikit tak rela) melepaskan. dititik itu saya berpikir.... ketika akhirnya saya melepaskan mungkin saya akan terluka, tetapi cukup luka saat itu belum tentu ketika saya memilih memperjuangkan saya tak akan terluka, mungkin saja saya akan terluka, lebih banyak lagi.

saat melepaskan, tak jarang muncul pertanyaan... bagaimana seandainya saya tetap perjuangkan... mungkin saja saya bahagia dengan hasil perjuangan saya... bisa saja saya tak lagi terluka, atau bisa saja apa yang saya takuti sebelumnya justru terjadi sebaliknya...

kadang memang membuat sedikit menyesal mengapa tak mencoba memperjuangkan. tapi kemudian saya menilik kembali ke saat yang terlewat. dan akhir semuanya saya tak menyesal. apa saya terluka? pasti. apa saya (masih) merasakan sakit dan perihnya? ya.

tapi dengan melepaskan saya tak hanya membiarkannya menempuh jalan yang ia pilih... tetapi juga membebaskan saya untuk membuat langkah baru yang (mungkin, nantinya) membawa saya kedalam kebahagiaan yang lebih lagi, kebahagiaan yang awalnya saya kira tak bisa saya miliki.

Saturday, January 19, 2013

me time

saat baby Zi udah mulai bisa jalan, rasanya jd sedikit susah untuk menemukan "me time"
tapi ada satu saat yg sepertinya memang cocok bgt dijadikan "me time", yaitu saat pagi setelah semua pekerjaan rumah selesai kemudian suami berangkat kerja dan baby Zi tidur... :)
nggak lama, paling cepat 1jam paling lama 3jam... itu kalau baby Zi tidur pulas tanpa minta empeng :p
so waktu yang bisa dibilang g banyak itu biasanya aku habiskan untuk baca buku... disambi minum es cappuccino, tp skr berhubung lg hamil so g boleh sering2 minum kopi... so penggantinya adalah es susu putih :)
alhamdulillah... bs rileks sejenak sebelum kejar-kejaran lagi ma baby Zi

Thursday, January 10, 2013

(iseng) Gilakah?

"aku menemukannya..."

"siapa?"

ia tak menjawab, hanya mengarahkan laptopnya kehadapanku.

"dia? kamu masih mencarinya? untuk apa?"

aku seperti tak bisa menahan penasaranku setelah akhirnya tahu siapa yang akhirnya dia temukan. mantan kekasihnya, yang pergi meninggalkannya begitu saja setelah memutuskannya hanya melalui satu kali panggilan telepon.

sejenak dia hanya diam... kemudian dia beranjak ke ranjang dan mengecup pria mungil yang tengah terlelap, anaknya.

"mungkin bagimu aku gila, tapi aku masih ingin menemuinya... bercerita tentang anaknya..." kalimat itu ia ucapkan seakan sambil membayangkan pertemuan itu terjadi.

"kau akan mengenalkan Arbian padanya... membawa Arbian pada ayahnya? apa yang kau harapkan? ia kembali padamu, karena ada Arbian?" 

"tidak..."

"lantas....."

"aku hanya akan bercerita tentang Arbian mungkin mengatakan jika Arbian sudah tidak ada lagi..." kembali ia menerawang...

"gila!!"

ia hanya tersenyum mendengar tanggapanku

"bagaimana kalau dia ingin kembali padamu?"

"mungkin saja, dan aku akan menikmati kebersamaanku dengannya lagi..." ia tersenyum saat mengucapkan kalimat terakhirnya.

"hah!! lalu Arbian?"

"biar ia tetap menganggap anak ini tidak ada... karena entah mengapa aku yakin... nanti ia akan meninggalkanku lagi... cepat atau lambat."

"GILA..."

Monday, January 7, 2013

ia dengan dunianya

ada kalanya... ketika ia asyik dengan dunianya sendiri... seakan tak ada yang bisa mengusik...

aku, tak keberatan... bahkan terkadang aku asyik menikmati memperhatikannya... ada bahagia tersendiri ketika ia menoleh emudian membagi tawanya...

bagaimanapun ia... aku selalu mencintainya... sekarang dan sampai nanti yang tak kuharap berujung... :)

Saturday, January 5, 2013

Takut kah?

entah apa sebenarnya yang ditakutkan orang dari masa lalu.... ia pernah ada dan menjadi bagian dalam perjalanan hidup, bahkan mungkin tanpa sadar ia juga yang menjadikanmu seperti sekarang ini.

apa mungkin, hanya karena sadar bahwa semua tak akan kembali terulang lagi... maka menganggapnya tak ada adalah pilihan terbaik?

atau sebenarnya yang ada adalah rasa takut. ya, takut... karena kemungkinan ia kembali itu ada dan hati kita tak mampu untuk menolaknya... tetapi keadaan lah yang akan memaksa kita untuk tak lagi bersamanya.

sepertinya, kemungkinan ke dua itu yang membawa dampak rasa sakit yang lebih dalam....

saat bisa memiliki ternyata keadaan membuat semua menjadi tak mungkin untuk dijalani...