Pages

Saturday, August 31, 2013

Bukan aku, tapi dia...

Kamu menangis?

Aku langsung mengusap air yang mulai meleleh di pipiku dengan punggung tangan kiriku.

Kenapa? Sedih?

Sedih? Pertanyaan macam apa itu? Retorik?

Sudahlah, bukankah dia selalu menyakitimu?

Tapi... aku... aku masih mencintainya.

Tapi, dia mengkhianatimu? Itu artinya dia tak mencintaimu!

Tapi... dulu..., aku merasa bahagia bersamanya.

Semua orang bisa berubah, tak terkecuali dia.

Tapi... ia sempat berkata, lebih memilih aku daripada...

Sudahlah! Keputusanmu sudah tepat.

Tepat? Bagian mana?

Kamu pergi, meninggalkannya.

Kamu salah?

Salah? Bagian mana?

Dia yang pergi meninggalkanku.

Sebentar... kita reka ulang secara singkat... Dia mengkhianatimu, dan ketahuan. Kemudian kamu meminta mengakhiri hubungan, dia berkata lebih memilihmu. Dan kamu  tetap pergi kan? Tetap putus?

Ya, tapi...

Perlahan aku menyodorkan tangan kananku yang masih erat menggenggam pisau berlumuran darah itu. Darah (mantan) kekasihku.

... dia yang pergi meninggalkan aku.

Wednesday, August 28, 2013

I have to breathe...

It's two a.m feelin' like I just lost a friend...
Hope you know it's not easy for me...
And I can't breathe without you,but I have to..

***

Tylor Swift masih "bernyanyi" lagu yang sama berulang kali, terus... dan terus. Karena hanya ada "dia" di playlistku, lagu yang menjadi lidah bagi apa yang sedang aku rasakan sekarang.

Kebiasaan buruk saat sedang patah hati, menuangkan perasan jeruk pada luka yang masih mengangga. Itu yang aku lakukan sekarang.

"Aku tak bisa hidup tanpanya"

Aku pernah bicara seperti itu pada seorang teman. Dia hanya menanggapi dengan satu kata, alay!

Mungkin, kalimat itu terdengar alay, tapi itulah yang aku rasakan. Membayangkan tak ada dirinya mengiringi jejak langkahku sudah begitu membuatku perih.

Bukan karena bahagia yang tercipta, karena perjalanan kami pun melewati kerikil juga jalan terjal. Justru karena kami mampu melewatinyalah membuatku makin perih membayangkan tak ada lagi dirinya. Ia adalah sahabatku mengarungi semuanya, sahabat terbaikku.

Temanku pernah bertanya, mana yang lebih sakit, meninggalkan atau ditinggalkan?

Dulu, aku menjawab "ditinggalkan". Namun kini, aku tak memilih keduanya. Karena dalam dua kata itu tetap ada kehilangan yang menjadi efeknya.

Seperti sekarang, ketika akhirnya aku yang melangkah pergi darinya, aku seakan tak dapat bernafas. Ya, karena aku tak bisa hidup tanpanya. Tapi aku harus walau tak akan mudah.

... i have to breathe without you...

*note : fiksi*

Monday, August 5, 2013

unpredictable (3)

Hari ini aku berniat menghabiskan waktuku hanya berada diatas tempat tidur, setelah pekerjaan selama seminggu yang tidak hanya menyita waktuku, tetapi juga tenaga dan pikiranku. Saat aku tengah asyik menikmati novel yang sudah seminggu sejak aku beli aku anggurkan begitu saja, tiba-tiba ada panggilan di ponselku. Sedikit malas aku seret tubuhku dari tengah ranjang mendekati nakas tempat aku menaruh ponsel.

Nomer siapa ini? Satu nomer tak aku kenal, tetapi sepertinya aku pernah membaca deretan angka ini. Setelah beberapa saat coba untuk mengingat dan nihil, akhirnya dengan sedikit ragu aku angkat panggilan itu.

"Halo..."

"Hallo..."

Suara itu! Tak mungkin aku bisa melupakan suara itu.

"Hallo... Ken, hallo..."

Setelah sejenak terdiam, akhirnya aku kembali berkata, "Ohya... maaf, dengan siapa ya?"

Terdengar gelak disana, kemudian "Ini aku Maheenk, lupa ya? Sorry aku baru hubungi kamu, awalnya aku kira nomermu ganti jadinya aku tunggu kamu hubungi setelah aku kasih kamu kartu namaku. Tapi... Btw, apa kabar?"

Aku tak berusaha memutus ucapannya, kebiasaannya kalau gugup ternyata tetap sama. Berbicara tanpa jeda. Ah...

"Aku? Alhamdulillah baik."

"Bisa nggak kita ketemu. Aku kangen ngobrol panjang lebar ama kamu."

"Errrrr, kapan?"

"Hari ini?"

Aku lirik novel yang baru aku baca seperempat bagian tadi, seolah meminta persetujuan. Namun justru pertanyaan saat awal bertemu dengannya beberapa hari lalu menyeruak, pantaskah?

"Hmmm... agak sore aja ya, jam empatan gitu?"

"Oke, kamu aku jemput atau...?"

"Gak usah kita ketemu langsung aja di Starbuck TP"

"Oke, see u"

Setelah sambungan terputus dan aku hendak kembali membaca novelku, tiba-tiba kembali ponselku berbunyi. Tanda ada satu pesan singkat.

-From : bluess_byru-

Nanti malam aku ada meeting mendadak. Sorry  ya, besok baru aku datang ke apartementmu. Okay?

Ah... apa semesta sedang berkonspirasi mendukung pertemuanku dengan ia yang harusnya tetap tersimpan sebagai masa lalu?

*bersambung*

unpredictable (2)

Setelah empat tahun, aku tak menyangka akan bertemu kembali dengannya. Bahkan saat ini aku masih merasa semuanya hanya mimpi semata, walau ditanganku terdapat secarik kartu nama, miliknya.

Apa maksud sang waktu dengan semua ini. Ketika ia membawaku pada apa yang namanya lupa tiba-tiba ia menghadirkan begitu saja seseorang yang berusaha aku simpan rapat disudut kotak kenanganku.

Di dalam kubikelku masih menimang kartu nama miliknya, aku terdiam. Lintasan kenangan juga angan membaur mendesak dalam benakku. Ragu, apa aku harus menghubunginya duluan? Apa pantas?

Dan kini kilasan dalam benakku berisikan kejadian tadi siang, saat kami bertabrakan, entah karena aku yang saat berjalan sambil sibuk merapikan mapku atau karena memang semesta menginginkan pertemuan itu. Kemudian ketika aku tahu bahwa ia yang bertabrakan denganku, yang ada hanya kebisuan. Sepertinya ia juga tak menduga dengan pertemuan itu. Hingga terdengar suara lagu yang ternyata adalah nada dering diponselnya, membuyarkan kebisuan itu.

Tiba-tiba setelah ia melihat sekilas ponselnya, ia mengambil sesuatu dari saku kemejanya. "Nanti kita ngobrol ya!" Katanya sambil mengangsurkan kertas yang ternyata kartu namanya dan langsung beranjak pergi. Aku masih terdiam memandang punggungnya yang kian menjauh, terkejut dengan yang ia lakukan.

Sekali lagi aku pandangi kartu nama itu, kemudian...

"Halo..."

"Nanti pulang kantor aku jemput ya?"

"Oke!"

Sepertinya masa lalu memang letaknya cukup sebagai kenangan...  Kuselipkan kartu nama itu dalam agendaku.

*bersambung*

status : blogger?

Membaca kembali tulisan-tulisan lama... ada yang buat kangen. Kangen rajinnya dulu posting, bisa satu hari satu postingan :) Kangen dengan teman-teman lama yang akhirnya sekarangpun juga sama... jarang ngeblog :)

Maksud awal sih cuman mau kangen-kangenan aja... karena akhir-akhir ini niatan posting blog satu hari satu post sepertinya memang masih tetap cuman jadi niatan -_-" Tapi saat akhirnya baca postingan diawal-awal hidupnya blog ini, ada satu pertanyaan : "apa sih maksudnya buat blog ini?"

Mungkin memang bisa jadi maksud pembuatan diawal seiring jalannya waktu berubah, tapi setelah dipikir-pikir lagi sepertinya kenikmatan ngeblog itu lebih dirasakan diawal ngeblog dulu... bahwa niatan buat blog adalah pengisi waktu luang dan menumpahkan isi otak ketika dirasa sudah terlalu sesak.

Jadi nggak ada beban ketika blog misal didiemin beberapa waktu... nggak ada beban ketika nggak blogwalking yang pastinya berdampak kesepinya pengunjung... nggak ada keharusan share ke media lain kalo abis posting supaya ada yang ngunjungin... :)

Dan akhirnya beberapa waktu belakangan ini melakukan apa yang dulu dilakukan. Menulis blog just for fun. :) Trus kalau sudah begitu apa masih pantas disebut sebagai blogger? Terserah sih, tapi status saya yang pasti adalah emak dari dua orang krucil hehe... :p