Hari ini 22 Desember adalah Hari Ibu, mungkin sejak pagi tadi sudah sering sekali membaca status FB atau notes FB atau posting di blog yang bertemakan ibu. Tadinya mau nggak ikutan nulis... tapi tadi saat nidurin Baby Zi tetiba pengen nulis surat ini. Ditujukan untuk ibu, yang ada entah dimana, tapi aku tahu Beliau tak pernah melupakan aku, anak kandungnya ^^
Ya... ini surat untuk Ibu kandungku...
untuk Mami... nanti ya Mi... ada di buku DearMama yg akan terbit :)
=====================================================
Dear Ibu,
Baru kali ini aku menulis tentangmu, walau dalam beberapa tulisanku kadang aku menyinggung tentangmu. Tapi ya... baru kali ini aku menulis langsung tentangmu. Ibu.
Sebenarnya aku sedikit bingung jika ingin menulis tentangmu. Dari mana aku memulai, karena aku tidak mengenalmu. Ya aku tidak pernah sekalipun bertemu denganmu. Walau berdasar cerita kakak waktu kecil aku pernah bertemu denganmu, tapi dari memori otakku sepertinya waktu itu aku masih sangat kecil ketika bertemu denganmu.
Aku baru tahu bahwa aku memilikimu baru ketika aku SMP, kelas dua tepatnya. Aku tahu dengan sendirinya, tanpa orang lain memberitahukan padaku. Hanya karena praktek mata pelajaran Biologi, tentang golongan darah! Dari situ awalnya aku hanya menebak-nebak bahwa aku bukan anak kandung dari Papi dan Mami, dua orang yang aku kira adalah orang tua kandungku.
Berdasarkan sifat sok tau ku, aku semakin meyakini itu semua. Merunut sifat yang aku punya, beberapa perkataan saudara yang sebelumnya semacam becandaan, perhitungan tentang usia Mami saat melahirkan aku. Tapi, waktu itu aku tak berani bertanya langsung pada Mami dan Papi, sepertinya ada rasa takut jika ternyata semua itu benar dan semua yang ada akan berubah karena terungkapnya itu. Bahkan mungkin saat itu, aku lebih memikirkan bagaimana jika perlakuan mereka berubah, alih-alih bertanya "siapa sebenarnya Ibuku?"
Aku akhirnya mendapati bahwa itu semua benar, dari informasi seseorang yang bisa dipercaya dan kalau dipikir tak ada gunanya juga dia bohong. Tapi aku tetap tak bertanya pada Mami Papi bahkan Kakak. Aku mulai bertanya-tanya mengapa bukan kau sendiri yang merawatku Ibu?
Tentu saja, saat itu, aku tak mendapatkan jawabannya. Aku tak ingin lagi sok tau dengan menebak-nebak alasanmu, aku hanya meyakini Engkau melakukan itu untuk kebaikanku. Iya kan Bu?
Sampai saat aku akan menikah, aku tak banyak membicarakan tentang dirimu Bu. Karena aku juga bingung apa yang harus aku bicarakan, pada siapa?
Hingga akhirnya aku merasa menemukan orang yang tepat untuk mendampingiku, menjadi suamiku. Ia harus tau semua tentang aku kan Bu, termasuk cerita tentang dirimu. Kepadanya aku bercerita tentangmu, dan ia juga yang memintaku mencarimu. Waktu itu aku bingung Bu, kemana? Bertanya pada siapa? Sedangkan untuk mengungkin didepan Papi dan Mami aku masih segan, tak lagi takut dengan berubahnya perlakuan mereka tetapi takut jika ternyata semua itu akan menyakiti hati mereka, karena mereka sudah begitu sayang dan banyak berkorban untukku. Aku hanya tak ingin mereka sedih.
Bu...
Sebelum akhirnya aku menikah, aku sempat mencarimu. Beberapa tempat sudah aku datangi, tempat dimana dulu Ibu pernah tinggal. Tetapi hasilnya nihil. Ibu seperti hilang tanpa jejak. Aku tau dimana Ibu pernah tinggal dari kakak, dan ia juga menceritakan tentang Ibu juga Bapak.
Bu...
Akhirnya aku menemukan jawaban pertanyaanku. "Kenapa bukan Ibu yang merawatku?" Semua karena Ibu ingin yang terbaik untukku. Bapak yang meminta Ibu untuk menyerahkan aku ke keluarga Papi, karena sepertinya Bapak tau kalau usia Bapak tak lama lagi. Bapak takut Ibu akan kesusahan jika Bapak tidak ada, dan harus merawat aku juga ke 4 kakakku.
Ternyata firasat Bapak benar ya Bu? Saat aku masih di kandungan Ibu, dan berusia 2 bulan, Bapak sudah dipanggil ALLAH. Dan saat Ibu melahirkan aku, sesuai permintaan Bapak, Ibu menyerahkan aku ke keluarga Papi.
Ah, Bu...
Aku tak pernah menyalahkan Ibu, semenjak pertama tahu bahwa aku bukan anak kandung Papi Mami aku tak pernah sekalipun menyalahkan Ibu. Walau mungkin banyak pertanyaan didalam benakku tentang Ibu, tapi aku selalu yakin bahwa apa yang Ibu lakukan adalah yang terbaik untukku.
Taukah Bu,
aku sekarang telah memeluk Islam, menjadi seorang mualaf. Dan betapa terkejutnya aku saat mengetahui bahwa ternyata Ibu juga seorang muslim. Ah, tentu itu semua juga berkat doa darimu ya Bu. Mungkin itu juga jalan yang telah disiapkan Allah hingga akhirnya aku sedikit demi sedikit tau tentangmu.
Bu, aku sekarang sudah memiliki anak. Cucumu. Zian.
Dari dialah aku juga belajar, belajar mengenalmu.
Sembilan bulan mengandung, merasakan apa yang dulu pernah kau rasakan saat mengandungku. Tak terbayangkan, saat Ibu tengah mengandungku Bapak tidak ada. Ah... aku sendiri kadang marah-marah Bu jika suamiku pulang terlalu larut, aku benar-benar tak bisa membayangkan bagaimana rasanya jadi Ibu.
Saat aku melahirkan, setiap rasa sakit yang aku rasakan itu mengingatkanku padamu Bu. Bagaimana engkau harus menjalani persalinan sendiri tanpa Bapak disampingmu. Sedangkan aku Bu, tangan suamiku tak kulepas dari awal masuk kamar tindakan sampai Zian lahir, hanya saat ia harus sholat dan makan itupun hanya satu kali dalam kurun waktu 12 jam Bu.
Kini, saat aku merawat Zian, tak terbayangkan jika aku harus berpisah dengannya. Bahkan mungkin aku tak mau membayangkannya. Sedang dirimu Bu, engkau yang pernah menolak keinginan Bapak untuk menyerahkan aku, bagaimana harus menjalani hari-harimu selama masih mengandungku sedang engkau tau harus menyerahkan aku saat aku lahir nantinya. Bagaimana rasanya, saat engkau hanya sesaat melihatku kemudian harus merelakanku dirawat oleh orang lain. Ah... Bu, aku benar-benar tak dapat membayangkannya.
Betapa besar kelapangan hatimu Bu. Semua kau lakukan untukku, untuk kebaikanku.
Aku masih ingin bertemu denganmu Bu, sangat! Keterbatasan informasi membuat aku seperti kehilangan arah saat mencarimu. Tapi aku yakin Allah akan memberikan jalan. Aku akan terus berdoa supaya suatu saat nanti kita bisa bertemu. Semoga Bu.
Bu,
semoga Ibu tetap sehat selalu dan berada dalam lindungan Allah. Dan masih ada waktu untuk kita bertemu ya Bu... Banyak cerita ingin ku bagi denganmu Bu, tapi ada hal yang paling kuinginkan... mencium kakimu, memelukmu, mengecup pipimu dan berbisik betapa aku mencintaimu dan tak terhingga terima kasihku untukmu Bu.
Sekali lagi terima kasihku Bu... untuk semua pengorbanan yang telah kau lakukan untukku. Aku selalu menyayangimu, dan tak pernah putus doaku untukmu.
-anak bungsumu-
ciee... tetep ngga mau ketinggalan...
ReplyDeleteeh ngomong2 mbak inge juga udah jadi ibu ya... selamat hari ibu juga ya...
simbok, mama, mami, mimi, mamak, bunda, umi, nyak, entahlah dengan panggilan apalagi anak memanggilmu, namun yang pasti.. engkau sungguh sangat mulia.. SELAMAT HARI IBU
ReplyDelete*ngambil tissue* selamat hari ibu yaaah :)
ReplyDeletesekarang dah jadi ibu tuh
ReplyDeletesiap siap saja merasakan semua kejahatan kita ke ibu dulu
hehe...
aku juga belum nulis tentang ibu,
ReplyDeletetapi tadi malem sempet ngucapin selamat hari ibu dengan ciuman buat kakakku yg lagi nimang nimang bayinya.. terus aku traktir makan eskrim satu kotak
ibu memang segalanya bagi kita, anak2nya...kasihnya tak terhingga, bahkan kita sendiripun sering kali tak mengerti akan kasihnya..tapi yakin bahwa yg dilakukannya adalah hal yang paling baik untuk kita...
ReplyDeletejujur, aku terpekur non, baca surat untuk ibu yg non tulis ini.....
*oya non, mo ngabari kalo acara give awaynya udah dimulai..silakan mampir ke blogku ya..hehe..thanks.. :)
tissue mana tissue.. hiks.. sedih aku baca ceritamu Nge,
ReplyDeletebaru tahu aku seperti itu. wow.. ternyata banyak kisahmu yang aku gak tahu (ya iayalah ya....)
selamat hari ibu buat Ibu-nya Inge, buat mamih dan juga buat Inge,
:)
weh... aku baru tahu soal ini...
ReplyDeletebisa membayangkan bagaimana Non Inge pingin banget ketemu Ibu ya
dan takjup,
semoga memang benar, panggilan hati untuk menjadi muslim karena doa Ibu.
subhanallaaaah...
surat untuk ibu
ReplyDeletenanti dapat surat buat mamah ya
selamat hari ibu semoga sukses dan bahagia
awww manisss deh mbak ingeeee >.<
ReplyDeletesedih bacanya, terharu T,T
ReplyDeletesemoga segera dipertemukan mba :)
Sebuah kisah yang sangat menyentuh, bagaimanapun jelek atau baik nya Beliau adalah tetep Ibumu, darahnya mengalir deras pada tubuhmu.
ReplyDeleteKalopun beliau seperti itu pasti ada alasan khusus hingga dia terpaksa seperti itu, dan aku sangat yakin diapun ingin bisa melihatmu memelukmu karena kutahu persis betapa beliau sayang dan cintanya kepadamu.
Berdoalah buatnya - salam.
saya juga tak mengenal wajah ibu kandung.. beliau wafat saat saya masih berumur satu tahun..
ReplyDeleteMakasih telah berbagi.. sungguh sangat menginspirasi.. :)