Cerita sebelumnya
Hubungan Gilang dan Dira, yang sempat terpisah karena keputusan sepihak Gilang meninggalkan Dira begitu saja akhirnya mendapatkan kesempatan kedua untuk kembali bersama. Tetapi seiring berjalannya waktu, hubungan tidak berjalan dengan mulus, rintangan dan hambatan menghadang perjalanan mereka. Keraguan dan adanya kemungkinan orang kedua seakan memperkeruh hubungan mereka. Hingga akhirnya, sebuah nyata membuat cinta memilih jalannya.Bersama atau berpisah?
Selamat menikmati bagian akhir dari cerita Sebuah Kesempatan, Harapan dan Kenyataan.
*** *** *** *** *** ***
Saat Nyata Membuat Cinta Memilih Jalannya.
Satu pesan singkat yang Dira kirimkan pada Gilang, ketika malam mulai menjelang sedang kantuk tak kunjung menghampirinya. Gelisah dihatinya semakin tak dapat ia bendung, karena sejak pertengkarannya dengan Gilang sore itu, ia tak juga mendapatkan kabar dari Gilang.
Pikiran Dira berkecamuk, banyak prasangka yang datang begitu saja tanpa ia minta. Percakapan Gilang di telpon waktu itu, ucapan Gilang sebelum ia akhirnya meninggalkan Dira sendirian di café terus membayangi harinya.
Banyak pertanyaan dalam benaknya, tapi rasa takutnya akan kehilangan Gilang, memaksa dirinya sendiri untuk menahan diri dan merasa bahwa dirinya perlu untuk mulai mengalah, lagi.
Semalaman tidur Dira tak nyenyak, beberapa kali ia terbangun dan langsung memeriksa HPnya berharap ada pesan masuk dari Gilang, tetapi sampai pagi menjelang harapannya itu tinggal menjadi sebuah harapan yang membuatnya terisak. Ingin ia menghubungi Gilang, tetapi diurungkan niatnya, keadaannya yang sedang kacau mungkin akan membuatnya tak mampu menahan emosi dan semakin memperburuk keadaan. Itu yang tak diinginkannya, ia begitu takut akan kehilangan Gilang.
Wajahnya yang layu dengan mata sembab membuat Dira malas sekali untuk kekantor hari ini, terlebih lagi ia tak dapat berkonsentrasi akan apapun yang ia kerjakan, tetapi masalah pribadinya tak boleh mempengaruhi profesionalismenya dalam bekerja. Selain itu ia juga masih mengharapkan SMS dari Gilang, setidaknya mungkin nanti siang mereka akan makan bersama seperti biasa.
Sesaat setelah ia tiba dikantor HPnya berbunyi singkat tanda ada pesan yang masuk, Dira langsung membuka pesan itu. Sedetik kemudian ia hanya bisa diam, tak tau harus bagaimana.
SMS itu memang dari Gilang, yang dinantikannya sejak semalam, tetapi isinya tak seperti yang ia harapkan. Di pesan itu Gilang hanya memberitahu bahwa ia siang ini tak dapat makan siang bersama Dira karena ada rapat di kantor. Sedang tentang SMSnya semalam seakan Gilang tak pernah membacanya.
Dira masuk ke ruang kerjanya dan duduk tercenung, berusaha menahan tangisnya.
Seseorang memasuki ruang kerjanya, Maya, sahabat yang sekaligus rekan kerjanya.
“Pagi Ra, gimana? Kamu sudah memutuskan?” Maya yang sepertinya tak mengerti dengan keadaan Dira langsung mencecarnya dengan pertanyaan.
“Eh… Pagi May… Keputusan? Keputusan apa May?”Sedikit kaget dengan kehadiran Maya yang kurang diinginkannya membuat Dira tak bisa fokus dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.
Maya yang langsung mengetahui ada yang tidak beres dengan Dira, langsung menghampiri dan berdiri disamping Dira, “Kamu kenapa say?” katanya sambil memegang bahu Dira.
Dira hanya menggeleng singkat. “Nggak apa May. Cuman lagi nggak enak badan aja, dikit.” Kata Dira selanjutnya sambil berusaha mengulas senyum.
Maya sepertinya tau Dira memiliki masalah, tetapi sepertinya sekarang tidak ingin bercerita. Maka sedetik kemudian Maya memutuskan untuk tak memaksa sahabatnya itu untuk bercerita dan meninggalkan Dira sendirian. Dan sebelum meninggalkan ruangan Dira, Maya berkata sambil tersenyum “Kalau kamu butuh apa-apa aku siap loh say.”
“May…” Dira memanggil Maya sesaat sebelum Maya menutup pintu ruangan Dira.
“Yup,” jawab Maya singkat hanya dengan melongokkan kepalanya.
“Nanti siang makan bareng, bisa?”
“Okay, nanti kalau kamu dah selesai dengan kerjaan kamu bisa samperin aku, atau nanti aku yang samperin kamu.”
“Makasi, ntar aku aja yang samperin kamu ya”
“Sip.” Jawab Maya singkat sebelum akhirnya benar-benar menutup pintu ruangan Dira.
Dira masih belum dapat memutuskan apakah ia akan menceritakan tentang masalahnya pada Maya, orang yang awalnya seperti Bi Naya, tidak bisa menerima keputusan Dira untuk kembali kepada Gilang. Tetapi ia hanya tak ingin sendirian saat makan siang nanti.
*** *** *** ***
Siang ini Dira mengajak Maya makan siang di salah satu restoran yang tak jauh dari kantor mereka. Sesampainya di restoran itu, mereka mengambil tempat sedikit pojok, dimana mereka bisa ngobrol lebih enak tanpa terusik pengunjung lain yang pastinya saat makan siang membuat restoran itu menjadi sedikit lebih ramai dari biasanya.
“Kamu sudah enakan Ra?” Tanya Maya setelah mereka memesan makanan.
“Lumayan May. Tadi pagi, kamu mau tanya tentang apa May? Sorry aku nggak konsen tadi.”
“Oh itu, nanti saja lah dibahas.”
Sejenak hanya ada diam diantara mereka.
“Ra, gimana hubunganmu dengan Gilang.”
“Ba… baik kok May, kenapa tiba-tiba kamu tanya tentang itu?” Jawab Dira yang kaget, tak menyangka Maya akan menanyakan hal itu.
“Nggak apa, cuman tanya aja kok. Kamu terlihat sedih beberapa hari terakhir ini. Kalian bukan sedang ada masalah kan?” Tanya Maya sambil menatap mata Dira penuh selidik.
Dira, yang seakan tak siap dengan pertanyaan yang diajukan Maya hanya terdiam sambil menunduk.
Maya, yang begitu mengenal Dira, akhirnya hanya berkata, “Ya sudah kalau kamu belum mau cerita sekarang, tapi kamu mesti ingat… walau mungkin aku nggak akan bisa membantu banyak tapi setidaknya dengan bercerita mungkin bisa sedikit meringankan bebanmu.” Sambil mengusap tangan Dira.
Dira akhirnya mengangkat kepalanya, “Makasi May, aku hanya merasa agak jauh saja dari Gilang. Akhir-akhir ini dia terlalu sibuk dengan kerjaannya…” kalimat Dira terpotong saat pelayan membawakan pesanan mereka.
Setelah pelayan pergi, kembali hanya ada diam diantara mereka.
“Ya udah, yuk makan dulu.” kata Maya akhirnya karena Dira seperti sudah tidak ingin melanjutkan ucapannya tadi.
Selama makan, hanya ada obrolan-obrolan kecil tentang pekerjaan. Maya tak ingin memaksan Dira untuk bercerita. Ia tahu, dalam keadaan seperti ini perhatian seseorang bisa menjadi seperti rasa ingin tahu dan ikut campur yang justru membuat Dira merasa jengah.
“May, waktu kadang bisa mengubah seseorang, tetapi apakah juga ada yang tidak bisa dirubah bahkan oleh waktu ya?” kata Dira saat mereka menikmati makanan penutup.
“Hmmm… orang berubah mungkin memang membutuhkan waktu, tetapi bukankah perubahan lebih tergantung pada keinginan orang itu sendiri untuk berubah say.”
“Berapa lamapun waktu yang diberikan tak akan bisa membuat seseorang berubah selain orang itu sendiri ingin merubah dirinya ya… Mungkin begitupun dengan Gilang. Tapi…”
“…” Maya mencoba menahan diri untuk tidak berpendapat, mencoba menjadi pendengar yang baik untuk Dira.
“Tapi, mengapa awalnya aku begitu melihat perubahan Gilang, May. Apakah semua itu hanya sebuah kepalsuan, seperti janji-janjinya dulu? Aku seperti orang yang bodoh, jatuh dilubang yang sama dua kali… Mengapa ini semua musti terjadi May, aku hanya ingin bahagia dengan orang yang aku cintai. Apakah itu salah?” Sedikit terengah ketika Dira akhirnya mengakhiri kalimatnya, terlebih ia juga menahan tangisnya supaya tidak pecah ditempat seramai ini.
Maya mengusap tangan Dira, “Nope… jangan bilang begitu. Kamu tidak bodoh, semua terjadi kadang diluar harapan kita. Semua orang ingin sepertimu Ra, bahagia dengan orang yang dicintainya, itu sama sekali nggak salah.” Kata Maya lebih menguatkan hati Dira, ia tak ingin sahabatnya terpuruk kembali seperti dulu.
“Tapi mengapa May… aku sekarang merasa jauh dari Gilang, dan entah mengapa rasa curigaku padanya begitu besar. Aku seperti merasakan kembali apa yang dulu pernah aku rasakan. Aku merasa nggak mampu kalau harus menjalaninya lagi May…” Dira mulai tak dapat menguasai emosinya sendiri, air matanya mulai mengambang dipelupuk mata.
“Aku tak bisa menjawab mengapa itu semua terjadi Ra. Tapi bukankah kamu juga percaya, bahwa semua yang terjadi adalah tanda dari ALLAH bahwa ia sayang pada kita, bahwa ALLAH tau kalau kita mampu untuk menjalaninya.Cobalah bertanya padaNya, tak mungkin Ia memberikan masalah tanpa ada jalan keluarkan, hanya terkadang kita mungkin menyangkal jalan yang diberikan olehNya.”
“Kamu tau May, aku selalu takut untuk berdoa jika Gilang bukan jodohku, maka… hmmm jauhkanlah. Aku bahkan takut untuk mengucapkannya May. Aku begitu mencintainya.” Kata Dira sambil menggigit bibir bawahnya, benar-benar berusaha menahan tangisnya.
Maya seakan kehabisan kata, ia hanya bisa coba menenangkan Dira dengan menggenggam tangan sahabatnya itu.
Beberapa waktu, mereka berdua terdiam. Larut dalam pikiran mereka masing-masing.
“Apakah aku sebaiknya mulai menjauhi Gilang, May?” ucap Dira lirih.
“Maksud kamu, kamu yang meninggalkan Gilang?” Maya sedikit terkejut dengan apa yang didengarnya.
“Mungkin dengan begitu rasa sakitnya tak akan sesakit ini May.”
“Bukan berarti kamu menghindari masalah kan Ra, kamu harus menyelesaikannya sampai tuntas, walaupun akhirnya akan memilih untuk pergi. Atau mungkin kamu perlu menenangkan diri sementara sebelum benar-benar memutuskan, tidak baik mengambil keputusan disaat hati sedang gundah Ra.”
Dira merenungi apa kata Maya, mencoba mencari kekuatan yang tersisa dalam dirinya.
“Oh ya, atau kamu ambil saja itu tawaran dari kantor untuk menangani proyek yang ada di Kalimantan. Ini yang tadi pagi ingin kutanyakan padamu. Nggak lama kan, hanya sekitar 2 bulan, tapi kan kamu masih dapat kesempatan pulang dua minggu sekali Ra.”
“Hmmm… ya, aku hampir melupakan tawaran proyek itu.”
“Tapi jangan lupa kasih tahu Gilang. Mungkin saja saat berjauhan kalian berdua lebih dapat memikirkan masalah ini lebih jernih.”
“Ya May, semoga. Aku akan coba memberi tahu Gilang.”
Sesaat kemudian Dira mengirimkan pesan singkat pada Gilang. Ia tak ingin menundanya, takut keputusan yang diambilnya akan berubah lagi.
Kapan kita bisa bertemu Mas, ada hal yang ingin aku bicarakan.
Beberapa saat kemudian ada balasan dari Gilang, besok malam ya say aku kerumahmu, hari ini aku sibuk sekali. Ada rasa senang sekaligus perih yang Dira rasakan, entah mengapa.
*** *** *** ***
Malam ini Dira sedikit tak tenang saat menunggu kedatangan Gilang di teras rumahnya. Gelisah karena terlalu banyak yang ia khawatirkan.
Sementara Gilang yang selama beberapa waktu coba fokus dengan hubungannya dengan Dira, tetap saja tak mampu untuk mengabaikan Kinan. Ia sengaja sedikit menghindari Dira, bukan untuk lebih dekat dengan Kinan, tetapi hanya ingin lebih mengetahui tentang perasaannya sendiri. Gilang juga berharap semoga malam ini Dira tak merusak moodnya.
Awalnya Gilang ingin mengajak Dira makan malam disalah satu restoran, tapi entah mengapa Dira menolaknya. Dira mengatakan ingin mengatakan sesuatu, Gilang sama sekali tak bisa menebak apa yang ingin disampaikan oleh Dira.
Sesampainya di rumah Dira, ada rasa sedikit canggung diantara mereka, mungkin karena kejadian terakhir di café beberapa hari lalu. Sesaat setelah Gilang menyapa bi Naya yang tengah duduk di ruang keluarga, mereka kembali ke teras depan. Dira langsung mengambilkan minum untuk Gilang, tak banyak bicara Dira hanya tersenyum sejak kedatangan Gilang.
“Katanya mau ngomong sesuatu, kok sekarang malah diem aja, Ra” tanya Gilang coba mencairkan suasana.
“Bingung mau ngomongnya dari mana.” Dira seakan salah tingkah karena memang benar-benar bingung akan mulai bicara dari hal apa dulu.
“Maafkan sikapku yang kemarin ya Ra, moodku sedang kurang baik karena banyak kerjaan dari kantor.” Gilang sekali lagi berusaha mencairkan suasana, tetapi entah mengapa justru kata-katanya seperti membuat Dira semakin bingung.
“Erm… Mas, kalau boleh aku tahu, siapa Kinan?” tanya Dira sedikit ragu, hingga sebelum Gilang menjawab ia kembali berujar “Maaf sebelumnya aku nggak sengaja dengar percakapanmu dengan dia di telpon tempo hari.”
“Dia Cuma teman kerja kok Ra, sudah ah… jangan bahas itu. Apa kamu minta aku kesini hanya ingin bertanya itu?” Tanya Gilang penuh selidik, tapi terlihat juga bahwa ia menutupi kekagetannya atas pertanyaan Dira.
“Oh… eh… nggak.” Dira kaget mendapati tanggapan Gilang seperti itu, akhirnya setelah terdiam sejenak ia kembali berkata, “Aku ingin ngomongin tentang hubungan kita mas… aku…”
“Ada apa dengan hubungan kita Ra?” potong Gilang sebelum Dira selesai bicara.
“Kalau boleh aku ingin bilang yang aku rasain Mas, jangan dipotong dulu. Aku tau kamu mungkin sedikit kurang suka nantinya, tapi… aku hanya ingin kamu tau apa yang aku rasakan.”
“Hmmm… terserah kamu saja lah.” Jawab Gilang sekenanya.
“Aku hanya merasa kita semakin jauh Mas, mungkin memang karena pekerjaanmu yang mulai banyak hingga tidak memiliki waktu lagi untuk aku. Terlebih lagi, aku merasakan banyak yang berubah darimu. Walau mungkin kamu akan berkata itu perasaanku saja. Tapi entahlah, semakin hari perasaan itu semakin kuat. Sungguh Mas, aku takut kehilangan kamu, lagi… Tapi aku juga tak ingin memaksakan cintaku Mas.”
Gilang benar-benar tak memotong ucapan Dira, ia hanya tertunduk selama Dira berbicara. Seakan sibuk dengan pikirannya sendiri. Dira coba menunggu tanggapan dari Gilang, tetapi Gilang tetap diam membisu.
Akhirnya Dira kembali berujar, “Dua hari lagi aku dapat tugas dari kantor untuk menangani satu proyek Mas, di Kalimantan.”
“Hah… kenapa kamu baru bilang sekarang Ra. Kamu ingin menjauh dari aku? Apa itu akan menyelesaikan masalah kita Ra, mengapa kamu ambil keputusan sendiri begitu Ra?” Bertubi-tubi pertanyaan Gilang utarakan seakan tak memberikan kesempatan Dira untuk menjawab.
“Aku ambil keputusannya tadi siang Mas, aku sendiri sempat lupa dengan proyek itu. Tapi mungkin ini waktu yang tepat untuk kita intropeksi diri masing-masing Mas. Mungkin keputusanku ini sepihak, tetapi sepertinya ini yang kita butuhkan Mas. Entah nantinya kita masih bisa tetap bersama atau tidak, aku pasrah Mas. Sekali lagi aku tak ingin memaksakan cintaku. Itu saja.” Sedikit lirih Dira. mengucapkan kata perkata seakan tak ingin membuat Gilang lebih marah.
“Aku nggak ngerti dengan jalan pikiranmu Ra. Tapi kalau itu sudah menjadi keputusanmu, aku bisa berbuat apa lagi. Terserah kamu saja.”
“Semoga ini menjadi waktu untuk kita saling intropeksi diri mas. Aku juga nggak lama disana, dan pastinya kita masih bisa berhubungan lewat telpon atau SMS.”
“Kapan kamu berangkat?”
“Dua hari lagi, Mas bisa antar?”
“Ya.” Hanya jawaban singkat itu yang diberikan oleh Gilang.
Akhirnya Gilang pamit pulang setelah sebelumnya hanya banyak diam diantara mereka setelah percakapan itu.
*** *** *** ***
Hari ini adalah hari keberangkatan Dira, dan Gilang tiba-tiba memberikan kabar bahwa ia tidak dapat mengantarkan Dira karena ada urusan mendadak dari kantor. Dira yang belum mendapatkan jawaban pasti tentang Kinan terus berpikir kalau Gilang memang punya hubungan khusus dengan Kinan. Itu yang membuatnya tak lagi ingin memaksakan kehendaknya. Hanya pasrah, dan masih coba berpikir positif, walau ternyata itu sulit ia lakukan.
Saat berangkat Dira hanya diantar oleh Bi Naya dan juga sahabatnya Maya.
Sebelum berangkat Dira coba menghubungi HP Gilang tetapi selalu nada sibuk yang di dapatnya. Akhirnya ia memutuskan hanya mengirimi Gilang SMS.
Maafkan aku, kalau keputusanku ke Kalimantan kali ini tidak meminta persetujuanmu terlebih dahulu. Tapi aku masih berharap, kita tetap berkomunikasi dengan baik walau mungkin jarak begitu membentang. Aku pergi, I Love You, Mas.
Hingga akan menaiki pesawat, dan sebelum mematikan HPnya tetap tidak ada balasan dari Gilang. Sebelum Dira mematikan HP, ia mengirim satu pesan pada Gilang.
*** *** *** ***
Sore ini, akhirnya pekerjaan Gilang selesai juga. Ada sedikit rasa bersalah, karena tak menyempatkan waktu mengantarkan Dira. Ia ingat tadi siang ada pesan dari Dira, yang mengabarkan keberangkatannya, yang hanya dibacanya sekilas. Jjuga pesan kedua Dira yang bahkan hanya dibuka tapi tak sempat dibaca.
Saat itu Gilang sedang berada di ruang kerjanya dan sedang santai menonton berita di TV, sedetik kemudian ia terhenyak melihat berita yang tengah di tayangkan. Berita yang mengabarkan kecelakaan pesawat dari Jakarta dengan tujuan Samarinda. Jantungnya berdegup cepat, apakah itu pesawat yang ditumpangi Dira? Pertanyaan itu terus berputar dikepalanya. Tanpa banyak perpikir ia menghubungi HP Dira tetapi tidak aktif.
Setelah beberapa kali berusaha menghubungi Dira dan tidak ada hasil, akhirnya Gilang memberanikan diri menghubungi teman Dira, Maya. Ia hanya berharap bukan kabar buruk yang akan didapatkannya, tetapi saat akhirnya Maya mengangkat telponnya dengan suara isak tangis, jantungnya seakan langsung berhenti.
Pesawat yang ditumpangi Dira tergelincir saat akan mendarat dan meledak. Tak ada satupun yang selamat, termasuk Dira. Dira sudah pergi Lang, dia sudah meninggalkan kita untuk selamanya.
Kalimat yang diucapkan Maya itu terus terngiang ditelinga Gilang, seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya.
HP yang ada digenggaman nyaris terjatuh, dan ia langsung membuka pesan terakhir yang dikirimkan oleh Dira, sesaat kemudian… air matanya tak lagi dapat terbendung.
Terima kasih untuk cinta dan kebahagiaan yang pernah kau berikan, walau aku inginkan itu akan terus terjadi dalam hidupku, tetapi… Sepertinya memang tak ada yang abadi didunia ini.
Begitu bahagia saat akhirnya engkau hadir kembali dengan cinta yang pernah kau ambil begitu saja dari aku, dan rasanya tak mudah untuk melepaskannya kembali.
Kadang kenyataan memang tak sesuai dengan apa yang kita harapkan membuat kita ingin berlari meninggalkannya. Tetapi kepergianku ini bukan sebuah pelarian dari kenyataan atau masalah yang sedang kita hadapi, hanya terkadang kita membutuhkan waktu untuk sendiri agar bisa memikirkan semuanya dengan lebih jernih.
Ada yang bilang, kita akan lebih mengerti berharganya sesuatu hal… terlebih adalah saat kita kehilangannya. Tapi Apakah harus ada kehilangan terlebih dahulu? Walau kehilangan selalu memberikan kita luka dan air mata, tetapi disaat yang sama ia juga memberikan kita pelajaran untuk lebih menghargai segala apa yang kita miliki.Sehingga tak akan ada lagi sesal dikemudian hari.
Semoga kita berdua dapat belajar tentang itu, ya Mas.
I Love You.
Aku kirim satu lagu untukmu.
Semoga, tak pernah ada kata selamat tinggal.
Seringkali bertanya, saat bahagia hadir akankah ada akhir, akankah tuk slamanya
Seringkali bertanya, adilkah hidup ini, kala sedih melanda, meruntuhkan rasa dijiwa
Tak mudah untuk dihati, tak mudah untuk dihadapi, kala harus mengucap selamat tinggal
Segala tentang cinta, membuat hati terlena, membawa kedamaian, menyejukkan dunia
Segala tentang sesal, membuat hati kecewa, membawa air mata, meruntuhkan rasa dijiwa
Tak mudah untuk dihati, tak mudah untuk dihadapi, kala harus mengucap selamat tinggal
Kadang ingin jauh berlari, bila diri bertemu realita.
******************************
******************************
Hasil Karya Group Yu' RaYoe
good luck ya nge..kamu aktif sekali...
ReplyDeletealhamdulillah, selesai juga yah mba :-)
ReplyDeletehai..hai.. Ingee.. endingnya lumayan mengejutkan, semoga bisa meluruhkan hati juri..
ReplyDeleteAssalamualaikum
ReplyDeleteLho udah part 3? Yawadah ke blog mba Yuni dulu...
^^
dikumpulin biar bisa diterbitin, inge..
ReplyDeleteGoodluck ya, nge...
ReplyDeletemoga2 menang... ^^
hwaaaa..
ReplyDeletekerennnn..
dari judulnya aja udah bikin nyreseppp di hati..
moga sukses ya mbak..
Terima kasih atas partisipasi sahabat
ReplyDelete3 artikel telah saya baca dengan tuntas.
Grup anda akan segera di daftar sebagai peserta
Silahkan cek di page Daftar Peserta Kecubung 3 Warna
newblogcamp.com
Salam hangat dari Markas BlogCamp Group - Surabaya
kok nama karakternya ada yang mirip nama saya ya.. :p
ReplyDeletepokoknya, good luck aja deh buat lombanya ^^
waaaah,,..
ReplyDeletehari ini banyak banget yang posting cerbungnya.
dan aku berniat print aja smeuanya
baru disatuin..dan dibaca menjelang tidur!
btw, aku suka fotonya
kuning!!!!!!!
wah, gak sempet ngikutin,,, terus berkarya aja deh. seneng kalo liat orang pinter nulis ginian.
ReplyDeletewaduh...trnyata endingnya ngga bisa ketebak.....mengharu biru ceritanya.....sedih pisan......sukses utk kontesnya
ReplyDeleteAkhir yang tragis dari sebuah keegoisan.. :(
ReplyDeletebila perhatian dan pengertian tak lagi menjadi pemeran utama dalam cinta, maka penyesalanlah yang akan dirasa.. :)
ending yang manis, moga bisa menjadi pelajaran...
walaupun agak terlambat, Juri Kecub datang,, untuk mengecup karya para peserta,, mencatat di buku besar,, semoga dapat mengambil hikmah setiap karya dan menyebarkannya pada semua
sukses peserta kecubung 3 warna.. :)
endingnya mengejutkann...bagus mbak
ReplyDeletesukses lombanya ya ^^
Sebuah penyelesaian yang menuntut saya untuk berpikir lebih dalam tentang arti sebuah cinta yang berharga, tentang hal yang dimiliki sebelum hal tersebut hilang, betapa berharganya.
ReplyDeleteCerita sudah dicatat dalam buku besar juri, terima kasih
dimana-mana kontes, kira-kira siapa ya yang akan memenangkan kontes ini
ReplyDeletefotonya kompak kuning semua :)
kuning semuaaa aku suka kuniiing semoga menang mbaaaakk
ReplyDeletehai Inge,
ReplyDeleteending yang mengejutkan, tapi mendukung sikap tegasnya Dira
Penyesalan selalu datang belakangan. Bila memang sudah tak suka jangan biarkan perasaan menggantung.
ReplyDeleteKisah sudah disimpan dalam memori untuk dinilai.
Salam hangat selalu.