Hadiah Istimewa untuk Budhe
“Diam!”
“Kenapa kamu tiba-tiba membentak!”
“Karena kamu...” ada nada geram yang ditahan oleh Aria, namun kalimat itu benar-benar menggantung tak terselesaikan.
“Aku… aku kenapa? Bukankah dari tadi kamu yang selalu membuat masalah!” Amarahpun tak lagi dapat ditahan oleh Alea.
Aria langsung melangkah keluar kamar.
“Permasalahan kita belum selesai!” Teriak Alea merasa tidak terima karena Aria meninggalkannya begitu saja.
Ketika Aria berada di dapur, ia langsung menuju ke kulkas, mengambil air putih, setelah menuangkannya dalam gelas ia meneguknya perlahan, seakan dengan demikian air putih dingin itu juga akan mendinginkan otaknya.
“Ada apa toh Le?”
Tanpa di sadari Aria, budhe sudah berdiri di ambang pintu.
“Nggak ada apa-apa budhe, masalah biasa.”
“Selesaikan baik-baik toh, tak perlu saling membentak.” Nasihat budhe pada Aria.
“Sudahlah budhe.” Ujar Aria acuh.
“Tapi, Le…”
“Bukan salah saya budhe! Dia itu yang selalu mencari masalah.” Tiba-tiba Alea memotong ucapan budhe.
“Kamu itu yang tidak pengertian!” Suara Aria kembali meninggi.
“Tuh kan Budhe!” Alea berusaha meminta bantuan pada budhe.
“Sudah toh kalian ini, seperti anak kecil saja. Dibicarakan baik-baik, sebenarnya apa yang kalian ributkan?” Tanya budhe yang kemudian duduk di kursi yang ada di dapur. Melipat tangan di dada, dan memandang bergantian pada Aria dan Alea.
“Kamu aja yang cerita!” Seru Alea pada Aria.
“Kok aku, kamu aja!”
“Sudah, sudah… Ayo Aria kamu yang cerita, kalian ini meributkan apa.”
Sebelum menceritakan apa yang mereka ributkan, Aria duduk di bangku yang ada di samping budhe.
“Ini budhe, kami sebenarnya masih bingung akan bagaimana. Erm… bingung hadiah apa yang ingin kami berikan untuk budhe.” Aria diam sejenak.
Budhe yang sedikit tak mengerti dengan kalimat Aria, mengangkat alis dan berkata, “Hadiah untuk budhe?”
Sebelum Aria menjawab, Alea langsung berujar, “Iya budhe, hari ini budhe berulang tahun kan?”
“Loh, terus kenapa sampai bertengkar. Budhe ini sudah tua, tak perlu lagi hadiah.” Budhe seperti salah tingkah mendapatkan penjelasan yang tak diduganya.
“Budhe sudah seperti orang tua kami, sejak bapak dan ibu meninggal, budhe lah yang selalu bersama Aria sampai akhirnya Aria menikahi Alea.”
“Iya, budhe. Kami bingung mau kasih budhe hadiah apa.”
“Lantas kenapa sampai bertengkar?”
“Karena… karena…” Aria masih terbata, sebelum akhirnya Alea kembali mengambil alih, “Karena saya pikir, cukup dengan memberi tahu budhe kalau sekarang Alea sedang mengandung, budhe pasti senang.”
“Apa?”
“Iya budhe, Alea mengandung.”
“Itu… itu sudah jadi hadiah istimewa untuk budhe…” Ujar budhe tak dapat membendung air mata, dan memeluk Aria dan Alea.
akhirnya dipublish juga ya mbak, walaupun gak bisa daftar :)
ReplyDeletebudhe pasti senang deh
cerpen yah?
ReplyDeletekeren nih... bener banget, hamil pula.. he he
salam kenal yah..
gue jadi terinspirasi nulis karena blog kamu,
salam kanal ajj
ReplyDeletehadiah sederhana yg tidak sederhana :D *eh errr jadi bingung
ReplyDeletewah...bagus yaa mbak tulisan nya.. kapan yaa niar bisa bikin tulisan bagus gini....
ReplyDeleteHadiah yang sangat indah buat budhe :D