Cinta laki-laki biasa, sebuah cerpen karya Asma Nadia dari buku   kumpulan cerpen dengan judul buku yang sama, salah satu cerpen yang udah   aku baca sampai beberapa kali. Sebenarnya baca sampai beberapa kali   bukan karena nggak ngerti dengan jalan ceritanya... tapi karena begitu   suka dengan penuturan yang disampaikan oleh Asma Nadia tentang cinta.
Walau   ada saja hal yang kurang sreg sih... karena menurutku cerpen itu masih   seperti dongeng, meski nggak menutup kemungkinan peristiwa-peristiwa   yang ada dalam cerpen itu ada juga dalam sebuah kenyataan. Bukankah   cerita itu ada selain karena imajinasi penulis juga karena pengalaman   yang dialami atau mungkin hal-hal yang dilihat oleh penulis, kan?
Aku suka dengan alur ceritanya, bahwa cinta sejati itu... hanya waktu yang akan membuktikan adanya.
Di   cerpen ini Asma Nadia juga menunjukkan bahwa masih banyak orang yang   menilai sebuah komitmen dari hal-hal yang berbau materi, kesuksesan.
Pasti   seringkan mendengar seseorang yang ditanya 'kapan menikah?' dan yang   ditanya menjawab 'ntar, kalau sudah mapan.' Nah pertanyaannya... mapan   yang bagaimana? memiliki pekerjaan yang sukses? memiliki rumah? memiliki   mobil? atau apa?
Menurutku tak ada yang salah dengan  jawaban seperti itu, walau itu merupakan jawaban paling klise yang  diberikan. :) Bukan karena aku sudah menikah ya, jadi berpendapat  seperti itu, karena pertanyaan itu duluuuu juga sempat mampir ke aku ^^  dan jawaban aku, secepatnya!! :)) keliatan banget kalo ngebet yak  wkwkwkwkwk
Kembali ke komitmen dan cinta, cieeeee  bahasanya... memang dua hal yang sejalan tp juga dengan jalur yang  mungkin sedikit berbeda. Komitmen itu biasanya lebih dipandang dengan  menggunakan akal/logika, sedang cinta... yaaaaa sudah pada tau lah  dipandanganya dari segi perasaan. Tapi ketika hanya cinta tanpa sebuah  komitmen atau sebaliknya, sepertinya sebuah hubungan tidak akan berjalan  dengan baik.
Komitmen dan cinta ini dalam cerpen cinta  laki-laki biasa karya Asma Nadia tampak jelas pada tokoh Nania dan  Rafli. Hal materi yang membedakan mereka tak membuat cinta mereka surut,  walau keluarga Nania (dalam cerita ini yang lebih kaya) sedikit  menentang, dan banyaknya bisik-bisik orang tentang ketimpangan mereka.  Dan komitmen Rafli yang mencintai Nania tulus bukan karena hartanya  tampak dari Rafli yang tetap bekerja, begitu juga Nania yang selalu  berusaha tidak menyinggung perasaan Rafli jika berhubungan dengan harta.
Hingga  keadaan berbalik. Ya... Allah maha kuasa, Ia bisa merubah segalanya  semudah membalikkan telapak tangan, jika Ia berkehendak!
Komitmen  serta cinta Nania dan Rafli diuji, jika awalnya Nania yang "berada  diatas" dibandingkan Rafli namun karena satu peristiwa akhirnya Rafli  lah yang bisa dikatakan "berada diatas" Nania. Gunjingan dan bisik-bisik  orang tak surut karena peristiwa itu, tetapi yang membedakan adalah apa  yang digunjingkan. Tapi semua itu ternyata tak menyurutkan komitmen dan  cinta Nania, terlebih lagi Rafli.
Menurutku disinilah  inti ceritanya, bahwa cinta dan komitmen tidak hanya sekedar yang  diucapkan. Tapi membutuhkan pembuktian, dan bukan seperti pemilihan  kepala negara atau kepala daerah yang pembuktiannya memiliki batas waktu  tertentu, cinta dan komitmen batas waktunya adalah ajal. Ketika  menerima seseorang kini, maka apapun yang terjadi nanti (hal terbaik  bahkan terburuk) maka jika itu adalah sejati ia tak akan berubah.
bila baca resume darimu ttg cerita itu, cinta, komitmen dan implementasi rasanya masih kurang De, karena disana justru sangat perlu rasa tanggung jawab atas cinta itu sendiri sebagai 'base' nya.
ReplyDeleteKenapa begitu, karena dalam tanggung jawab ada : rasa ihlas juga bhakti.
Salam
Pengen Baca :-s, pengen baca :(
ReplyDeleteaku jarang banget ngikutin novel apa cerpen fiksi
ReplyDeletetermasuk asma nadia
mungkin itu sebabnya kenapa aku didepan dari kontaknya di mulkipli
padahal dah berteman sejak 2007
halah...
hai mommy :) apa kabar :D
ReplyDeleteAllah maha kuasa,maha berkehendak.
Gimana kabar juniornya inge :D