Aku membuka lipatan demi lipatan pelepah kayu itu. Pelepah kayu yang telah dipoles sedemikian rupa, hingga menjadi sebuah undangan yang begitu cantik. Unik.
Mau tak mau senyumku tersungging. Semuanya seperti yang ada dianganku. Disain undangan pernikahan yang pernah kuutarakan padamu, dan kita sempurnakan bersama.
Kutelusuri tiap goresan tinta emasnya. Tanggal penting itu sudah begitu dekat. Kemudian ada namamu yang begitu panjang walau hanya terdiri 2 suku kata.
Tapi, kemudian, ah... Semua memang seperti apa yang kuinginkan. Undangan pernikahan impianku. Hanya saja nama yang tertera diundangan itu, setelah namamu, bukanlah namaku.
Undangan itu memang di disain sesuai dengan apa yang aku inginkan dulu, dengan namamu dan namaku terukir disana. Tapi kini, bahkan namaku tak tertera dibagian manapun dari undangan itu, bahkan disampul depan tempat nama yang diundang dituliskan.
Karena aku menemukan undangan itu tergeletak di meja kerja temanku, yang juga temanmu. Bukan untukku, rupanya temanku itu lupa menyembunyikannya dariku.
Senyumku masih tersungging dan melalui senyum itu aku ucapkan selamat untuk kalian berdua. Mantan tunanganku dan sahabatku, mantan, ya... mantan sahabat.
Karena adakah sahabat yang mampu merusak kebahagiaan sahabatnya sendiri, dengan merebut tunangan sahabatnya?