Pages

Friday, July 18, 2014

Kisah masa lalu

Kembali menilik
Kisah masa lalu
Rasa mengelitik
Sepertinya itu rindu

Rangkaian kata
Bukan tanpa makna
Hanya ungkapan sebuah rasa
Yang dulu pernah singgah

Tuesday, May 20, 2014

Rindu

Dulu...
Banyak hal telah dilakukan
Banyak kenangan telah diciptakan
Ya... kenangan...

Kemudian,
Waktu berjalan...
Dan ternyata, semua tak lagi dapat terulang...
Hanya dikenang...

Rinduuuuu...

;)

Siapa mereka?

Akhir ini sepertinya semakin banyak orang pintar... Benar nggak?

Semakin banyak orang yang berani... semakin banyak orang yang terbuka...

Mereka, yang begitu pintar hingga akhirnya bisa membodoh-bodohkan orang lain...
Mereka, yang begitu berani menyebut orang lain sebagai seorang pendosa...
Mereka, yang begitu terbuka mengatakan semua yang ada dalam pikiran dan hatinya...

Hanya karena orang lain tak sejalan dengan pemikiran mereka...
Hanya karena orang lain tak sejalan dengan keyakinan mereka...
Hanya karena sekarang kebebasan itu seakan tak lagi ada batas... :(

Sesuatu yang berlebihan bukankah tidak baik??

Jenuh

Jenuh, sepertinya itu yang sedang saya rasakan beberapa waktu terakhir ini.

Salah, jika mengaitkan kejenuhan saya dengan kondisi rumah tangga. Justru merekalah, suami dan kedua anak saya menjadi penghiburan. Lalu jenuh karena apa?

Jenuh dengan apa yang terjadi di sekeliling saya, mulai dari pemberitaan di TV yang rasanya itu itu saja hingga apa yang terjadi dalam lingkup keluarga. Mungkin ada yang kemudian mengusulkan, ya gak usah nonton TV, atau cuek aja...gak usah dipikirkan.

Ah, sepertinya tidak semudah itu. Menutup diri dan menjadi tidak peduli.

Bisakah?

Friday, April 11, 2014

Hadiah di awal April

Alhamdulillah…
Alhamdulillah…
Alhamdulillah…

Di awal bulan April ini mendapat rejeki berupa hijab karena tulisan saya terpilih menjadi salah satu pemenang di GiveAway (GA) yang mengangkat tema “I Love Islam” yang diselenggarakan oleh Anyin/Ninda dan mba’ Monika.

Ini cerita saya : aku dan cintaku

Ketika tahu bahwa Anyin mengadakan GA dengan tema “I Love Islam”, saya langsung menuliskan pengalaman saya di atas. Langsung, mengalir begitu saja. Saya tak langsung mempublishnya, ya… ya… koneksi internet tak bersahabat saat itu :D

Kemudian saat akhirnya saya dapat mempublishkan cerita saya dan mendaftarkannya, saya sempat nggak yakin dengan tulisan itu. Terlebih saat itu saya adalah pendaftar pertama, saya sempat berpikir apa saya nggak kecepetan ya. Huhuhu, dan karena nggak yakin menang itu bahkan sebelum membaca tulisan peserta lain (lah belum ada yang daftar) saya sempat nodong Anyin, “Dek ada hadiah buat pendaftar pertama nggak?” Hahahaha… ngok banget ya… ngarep. Hihihi

Sebenarnya pada tanggal 1 April saya berniat mempublish 1 tulisan lagi yang akan saya ikutkan dalam GA tersebut, tapi karena satu dan lain hal saya kelupaan. Duh! Sebenarnya saya juga bilang ke Anyin perihal tulisan yang kelupaan itu, dan niatnya juga akan saya publish barengan dengan hijab yang saya dapatkan sebagai hadiah.

Tapi, saya berubah pikiran. Mungkin cerita saya yang satu itu akan saya publish di lain waktu. Saat ini saya hanya ingin menunjukkan dulu hijab yang saya dapatkan.

Saya suka banget dengan bahannya, warnanya, juga modelnya. Hehehe.

Saya nggak kenal dengan nama-nama kain, sedangkan untuk modelnya saya kenalnya cuman : bergo, pasmina dan segiempat. Ternyata walau saya sudah tahu akan dapat hijab bergo, ternyata bergo yang satu ini berbeda dengan bergo yang biasanya saya gunakan. Bergo yang saya dapatkan ini pada bagian dagu tidak terdapat jahitan, jadi saya tetap harus menggunakan peniti saat memakainya. Ribet? Ah, karena sudah biasa pakai yang hijab segiempat jadi nggak terlalu ribet lah ya…

Dan asyiknya lagi hijab yang saya dapatkan ini bisa dibolak balik. Saya pilih warna cream-hijau. Jadi satu sisi ada yang dominan cream dan di sisi lain dominan hijau. Bahannya, walau tebal dan nggak nerawang (ini yang penting) tapi juga nggak bikin panas, adem malah. Pokoknya suka deh.

Jadi pengen beli sendiri deh, eh tapi nabung dulu soalnya saya lagi pengen beli oven nih biar makin bisa berkreasi untuk buat cemilan anak-anak. Ada GA berhadiah oven? #curcol hahaha

Tapi kalau kamu juga pengen beli bisa loh tengok di : Hijab Alila Semarang.




Btw, terima kasih buat Anyin dan mba' Monika yang sudah mengadakan GA dengan tema I Love Islam, karena selain saya bisa berbagi pengalaman saya juga mendapat banyak-banyak pelajaran dari pengalaman teman-teman lain yang juga mengikuti GA ini. Juga terima kasih banyak sudah memilih cerita saya. ^^,

Monday, March 17, 2014

Baca dan nonton

Saya suka membaca dan juga suka nonton film.

Dulu saat masih sekolah saya lebih banyak membaca daripada nonton film. Sejak dari SD saya sudah suka membaca, walau mungkin bacaan saya sebatas tabloid Bobo dan Donald Bebek. Papi saya dulu memperbolehkan saya langganan Bobo yang difasilitasi oleh sekolah, sedangkan Donal Bebek saya selalu dibelikan oleh kakak-kakak sepupu.

Waktu SD sampai dengan SMA sekolah saya seminggu sekali pasti ada jam pelajaran yang mengharuskan muridnya ke perpustakaan. Jadilah waktu sekolah walau belum memiliki koleksi bacaan tetapi tak pernah kehabisan bahan baca.

Memasuki masa kuliah, kebiasaan baca mulai berkurang. Perpustakaan kampus tentu beda dengan perpustakaan sekolah, sepertinya tidak menyediakan novel ya... hehe... itu salah satu alasannya. Saat kuliahlah saya lebih banyak nonton film daripada baca buku. Tapi juga saat kuliah itulah saya mulai koleksi buku, karena saya mulai bekerja sebagai guru les.

Jelang akhir masa kuliah bisa dibilang kegiatan baca dan nonton nyaris seimbang. Dan itu terus berlanjut sampai saya menikah. Kemudian saat anak pertama saya lahir nah, saat itulah saya mulai lebih banyak membaca daripada nonton film.

Hingga akhir-akhir ini, saat anak-anak mulai besar. Tidur malam mulai teratur, nah saat itulah saya bisa meluangkan waktu untuk nonton film. Karena saya tipenya orang yang nggak suka kalau nonton film kepotong-potong, kecuali film serial ya. Hehe

Kamu? Suka baca atau nonton?

Sunday, March 16, 2014

Mengenal lapar.

Beberapa waktu lalu, seorang ibu bertanya pada saya tentang pola makan anak-anak saya.

Semuanya berawal karena saya yang sering memesan buah pada ibu penjual sayuran yang lewat depan rumah, dan itu memang lebih sering saya lakukan setelah adek mulai memasuki masa mpasi. Dan tetangga saya itu cucunya bisa dibilang susah sekali kalau makan.

Syukur alhamdullilah, mas & adek bisa dibilang nggak ada masalah untuk urusan makan. Tapi apa sama sekali nggak ada masalah? Ooooh, tentu tidak! Hehe. Pasti ada masanya ketika anak-anak mulai malas kalau disuruh makan.

Lantas, bagaimana pola makan anak-anak?

Kalau mau dirunut, semua berawal sejak mereka bayi. Saya banyak membaca bahwa bayi ASI dan mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama maka saat memasuki tahap makan akan lebih mudah. Ini bisa dikatakan awal mulanya, alhamdullilah kedua anak saya mendapatkan haknya memperoleh ASI eksklusif itu. Tapi, pastinya tidak menutup kemungkinan bahwa anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif makannya gampang looooh.

Kemudian ketika memasuki tahap MPASI, saya memberikan makanan yang saya buat sendiri dan sebelum 1 tahun anak-anak tidak mengenal gula dan garam. Kalaupun akhirnya makan biskuit itu menunggu usianya sekitar 8-9 bulan dan itu diberikan secara terbatas. Jadi baik mas dan adek nggak mengenal bubur susu instan. Sebelum 1 tahun mereka makan sayur/ikan yang direbus kemudian dilumatkan. Repot? Pastinya, tapi kan mending repot sekarang toh daripada nanti.

Lalu setelah 1 tahun, alhamdullilah mas langsung bisa makan masakan seperti yang saya dan suami makan. Tapi tentu masaknya tidak jadi satu, karena walau sudah seperti makanan keluarga tetapi pemberian gula dan garam tetap masih sedikit dibatasi. Jadi ya, tetap masaknya 2 kali walau menunya sama. Paling yang masaknya cukup sekali ya seperti sup, soto, rawon, opor, kare, ya yang semacam itu lah. Tapi kalau tumisan biasanya masaknya terpisah. Dan alhamdullilah hampir semua sayur mas suka.

Tapi kalau masih tiba-tiba malas makan harus dicari tahu dulu apa sebabnya. Bisa karena jenuh sama masakannya, atau bisa juga karena dia terlalu banyak jajan.

Jenuh, bisa jadi karena saya selama beberapa hari masaknya berturut-turut ditumis, atau sering bersantan. Nah berarti waktunya ganti masakan. Terkadang juga karena dia lagi malas makan sayur, jadi kadang cuman pengen makan nasi sama ikan doang.

Tapi kalau dia malas makan karena terlalu banyak jajan maka jalan satu-satunya adalah meniadakan semua jajanan yang ada dirumah. Entah itu disembunyikan atau mungkin dihabiskan emak bapaknya hihi. Dan acara ke warung buat beli jajan pun dihentikan. Tega? Harus tega dong, daripada keterusan akhirnya ciuman makan jajan tapi nggak mau makan nasi?

Tapi yang pasti kenali dulu kenapa anak nggak suka makan?

Kemudian ajarkan tentang rasa lapar. Yup, terkadang anak menjadi nggak suka makan karena ia nggak kenal tentang rasa lapar. Kok bisa nggak kenal? Ya karena dia nggak merasakan. Dia nggak merasakan karena terlalu banyak camilan/jajan. Biasanya anak mulai susah makan saat ia mulai mengenal jajan.

Friday, March 14, 2014

Thursday, March 6, 2014

Rebutan

Rebutan, mungkin itu hal yang biasa ya kalau lihat anak kecil melakukannya. Tapi saya, berusaha ajari anak-anak untuk tidak merebut.

Kadang saya suka dongkol sendiri misal ada anak yang sukanya ngerebut apa saja yang dipegang anak lain, dan lebih dongkol lagi kalau orang tua tuh anak tau eh tapi diem aja.

Dulu, sebelum usianya masuk 2 tahun, Ziandra kalau mainannya direbut oleh anak lain dia bisa dikatakan mengalah. Tapi semakin bertambah usianya Ziandra mulai mempertahankan apa yang dia pegang, walau sampai sekarang pun masih sering ngalah apalagi kalau yang ngambil anak yang dia gak kenal. Nah, itu ngalah apa takut?

Kalau di rumah, Ziandra bisa rebutan sama adiknya. Kalau adiknya ngerebut mainannya dia pasti akan mempertahankan. Begitu juga kalo dirumah uti dan ada ponakan yang suka ngerebut barang yang dipegang Ziandra, dia akan mempertahankan.

Jadi bisa dikatakan dia masih takut mempertahankan barang miliknya kalau yang ngerebut anak yang dia rasa nggak dia kenal.

Dulu, saya mungkin akan turun tangan walau nggak ekstrim ngerebut mainan yang tadinya dipegang Ziandra. Saya cuman datengin Ziandra dan bilang "nggak apa-apa mba'/mas nya pinjam, gantian ya". Dan yang ada Ziandra jadi noleh ke saya kalo misal mainannya direbut.

Akhir-akhir ini, saya mulai membiarkan Ziandra "mengatasi" sendiri masalahnya. Akhirnya sekarang Ziandra mulai berani mempertahankan miliknya, dia mulai berani merebut kalau mainannya direbut.

Terus jadinya rebutan donk. Yup! Dan itu aku diamkan, selama Ziandra berusaha mempertahankan miliknya. Bukan dia merebut mainan yang awalnya bukan dia pegang.

Jadi, mungkin sekarang saya berterima kasih sama anak yang suka ngerebut #laaah. Karena dengan adanya mereka Ziandra jadi belajar mempertahankan miliknya, dan dari mereka bisa kasih contoh kalau merebut itu nggak baik. :D

Ngajari bertahan, gantian/ngalah, dan berbagi. Semoga nantinya Ziandra bisa memilah mana saat dia harus mempertahankan miliknya, mana  saat dia harus ngalah. :)

Tuesday, March 4, 2014

Meminta Maaf

Apa sulitnya sih minta maaf?

Mungkin ada yang pernah dengar pertanyaan seperti itu, atau bahkan mengajukannya?

Atau ada yang mengajukan jawaban seperti ini :

Nggak salah kok, kenapa harus minta maaf?

Hal menarik tentang minta maaf saya dapat dari anak-anak, Ziandra dan Zianka.

Sebelum Zianka lahir, dengan jarak yang bisa dibilang cukup dekat dengan Ziandra... sudah banyak yang wanti-wanti "harus adil mak." Dan adil itu memang tidak mudah, terlebih terhadap anak kecil.

Lalu apa hubungannya adil dengan meminta maaf?

Saat Ziandra & Zianka bermain, pasti ada saatnya (lebih tepatnya sering) mereka nggak akur. Berebut mainan!

Kalau mainannya ada dua, bisa dilerai dengan mudah. Tapi selain hambur-hambur uang buat beli dua mainan, menurut saya itu nggak baik buat anak-anak. Mereka jadi gak belajar berbagi dan mengalah. Menurut saya loh yaaaaa...

Nah disini susahnya adil, kadang merasa adiknya nih masih terlalu kecil untuk mengerti berbagi atau mungkin banyak yang berpendapat : yang besar harus ngalah. Tapi Ziandra kan belum se"besar" itu.

Jadi kalau rebutan, akhirnya dilihat dulu siapa yang pegang mainan pertama kali, karena nggak menutup kemungkinan adik yang ngerebut mainan yang dipegang mas.

Nah kadang pas emaknya ini meleng, jadi gak tau siapa yang pegang pertama. Jadi diliatin aja dua anak itu rebutan, dan kalau mas gak terima terus "mukul" adek, baru nih emaknya bertindak. Ambil mainan yang direbutin terus minta mas minta maaf ke adik.

Kadang, mas dengan suka rela minta maaf. Tapi kadang dia seperti enggan. Nah dari situ bisa keliatan kok kalo kemungkinan besar adiknyalah yang merebut. Emaknya harus jelasin kenapa mas harus minta maaf. Mungkin Ziandra belum bener-bener ngerti, tapi setidaknya dia bisa belajar, sedikit demi sedikit.

Buat anak kecil sepertinya meminta maaf itu adalah ketika mereka melakukan kesalahan yang disengaja. Kalo nggak sengaja?

Sekarang emaknya yang masih tahap ngajarin buat minta maaf, walau mungkin nggak melakukan kesalahan. :D

Saturday, March 1, 2014

Kenapa?

Sudah lama sekali rasanya saya tidak menulis di blog ini. Melihat jumlah tulisan di tahun-tahun sebelumnya, sepertinya saat-saat paling produktif adalah di tahun 2010, hampir satu hari satu postingan. Kemudian di tahun 2011 langsung berkurang drastis, apalagi tahun-tahun berikutnya. :D

Jika mungkin ada yang bertanya, kenapa?, saya sendiri tak dapat menjawabnya.

Tidak ada ide?
Ah, bukankah terkadang tidak ada ide itu sendiri bisa menjadi bahan postingan.

Tidak ada waktu?
Sebenarnya saya tidak benar-benar berhenti menulis, hanya saja sekarang saya sedang asyik menulis Review dari buku yang saya baca. Jadi, kalau masalah waktu harusnya masih ada kan?

Lalu apa? Kenapa?

Adakah yang pernah mengalami merasakan, tiba-tiba ragu dengan apa yang ingin dituliskan, dibagikan.
Merasa bahwa tulisannya tak lagi bermakna, nggak bagus.
Kalaupun menulis yang bentuknya seperti puisi, rasanya kok hambar...

Setelah menulis sebegitu banyak tulisan di tahun sebelumnya, pernah nggak tiba-tiba mikir : gimana kalau orang nggak suka dengan tulisanku?

Yah, kadang itulah yang saya rasakan. Bahkan saat akhirnya saya menulis, maka tulisan itu akan tersimpan dalam bentuk draft dan nggak jarang yang langsung di delete setelah menyelesaikannya.

Kenapa bisa begitu?

Sepertinya saya sudah menemukan jawabannya, tapi saya ragu untuk mengutarakannya disini. ;D

Friday, February 28, 2014

Tidak Pedulikah?

Mungkin anda pernah mendengar kalimat ini : Bahwa lawan dari cinta bukanlah benci, tetapi tidak peduli.

Beberapa hari ini saya memikirkan kalimat itu. Tidak peduli = tidak cinta.

Kenapa saya memikirkan kalimat itu?

Karena akhirnya saya memutuskan untuk tidak peduli.

Ah, daripada bingung saya coba ceritakan secara singkatnya bagaimana akhirnya saya memutuskan untuk tidak peduli.

Seorang saudara, beberapa waktu lalu baru saja melahirkan seorang bayi perempuan lucu. Bahkan ada yang bilang wajah bayi itu mirip anak saya yang ragil. :)

Proses melahirkannya (dari cerita saudara saya itu) bisa dikatakan tidak mudah, njelimet. Tapi, Alhamdulillah bisa melahirkan dengan selamat walau melalui operasi.

Saya dan suami serta anak-anak baru sempat berkunjung hari ke 2 saat dirawat di RS, dan saat berkunjung itulah saya tahu adek bayi diberi minum susu formula.

Yang melintas dipikiran saya saat itu, ah... "kenapa nggak bilang, kan bisa aku perahkan asiku... biar adek gak perlu sampai minum sufor." Tapi kemudian, sodara saya bilang kalau ASInya belum keluar tapi pihak rumah sakit sangat PRO ASI. Ah, saya pikir mungkin besok sudah bisa ASI. Jadi saya hanya diam saja.

Selang 2 hari setelah kunjungan saya itu akhirnya mereka bisa pulang, kerumah mertua saya, yang jaraknya hanya 1 blok dari rumah. Waktu itu kami sekeluarga langsung ke rumah mertua, dan betapa kagetnya saya saat mengetahui ternyata adek bayi masih minum sufor.

Saya tidak banyak berkomentar dan bertanya, dan cerita mengalir begitu saja dari saudara saya itu. Dengan santai dia bercerita kalau setiap bidan periksa selalu bilang, "Ayo Bu, ASI ASI" tetapi saudara saya memutuskan untuk baru memulai memberikan ASI di rumah saja. Saya hanya bisa tersenyum, miris.

Tapi apa hubungannya dengan ketidakpedulian saya?

Awalnya saya terus memberi semangat saudara saya untuk ASI. Saya sempat dimintai tolong untuk memandikan bayinya selama beberapa hari, ah saya pikir itu juga bisa jadi jalan saya memberi dia semangat untuk memberi ASI anaknya. Tetapi yang terjadi sungguh membuat saya kecewa.

Setiap saya menyodorkan adek bayi untuk disusui si ibu terkesan menolak, dengan alasan mau mandi dulu atau apalah.

Mungkin saya memang gak berhak menilai usaha saudara saya itu kurang, karena saya tidak tinggal serumah dengannya.

Tetapi hal yang membuat saya akhirnya benar-benar nggak mau peduli lagi adalah saat terakhir saya menengok adek bayi dan waktu itu dia tengah minum sufor. Saya spontan bilang "Loooh ngempeng." Dan secara tak sengaja saya melihat mertua dan saudara saya itu saling lihat dan dari tatapan mereka saya seperti "mendengar" : wes mulai lagi wes bahas asi.

Mungkin itu hanya perasaan saya, tapi jujur perasaan saya saat melihat tatapan itu nggak enak banget.

Dan saya bilang pada tentang apa yang saya pikirkan, benarkah saya sudah tidak peduli? Membiarkan adik bayi tidak mendapatkan haknya menerima ASI?

Suami saya hanya bilang : sudah lah... percuma memang mau bantu kalau yang mau dibantu menolak. Doakan saja. Itu bentuk kepedulian kita.

Sunday, February 9, 2014

Penggal Kisah. (2)

Sekarang atau nanti apa bedanya?

Mungkin kamu ingat pertanyaanku saat itu. Ketika aku menanyakan keputusanmu akan hubungan kita.

Aku bertanya begitu, karena aku sudah tau jawaban yang akan kau berikan.

Aku hanya ingin mempermudahmu, juga… mempermudah diriku sendiri.

Mungkin, tak mudah bagimu untuk berbohong. Karenanya aku mempersingkat waktu supaya kamu tak perlu lagi melakukannya.

Dan bagiku, aku hanya mencoba untuk secepat mungkin melepaskan harapanku. Karena aku tahu, harapan itu sudah terbang.

Penggal Kisah. (1)

Apapun cara dan upaya yang kamu lakukan untuk bersama dengan seseorang, tapi ternyata jalan takdir menentukan ia bukanlah untukmu, maka semua akan sia-sia.

Sia-sia kah?

***

Aku mengenalmu, dan kemudian sesaat takdir seakan berkata bahwa dirimu bukanlah untukku. Dan aku menerima itu, begitu saja.

Sakit? Entah apa namanya ketika sebuah keputusan diambil atas diri kita tanpa campur tangan kita, dan kita hanya merasa mau-tak-mau menerimanya, begitu saja.

Hingga di suatu waktu, takdir mempertemukan kita kembali. Tapi sepertinya takdir sedang asyik mempermainkanku, dan mungkin juga dirimu. Kita bertemu tapi untuk kembali bersama, bukan tak mungkin tapi ada yang harus dikorbankan untuk itu.

***

Mungkin tidak sia-sia, karena tak ada penyesalan yang lebih menyesakkan ketika kamu melepaskan sebuah kesempatan tanpa usaha.

Mencoba itu bisa gagal atau berhasil, tetapi berdiam diri hasilnya sudah pasti sebuah kegagalan.

***
Aku memperjuangkanmu, berusaha untuk tetap bersamamu. Berkorban?Aku tidak merasa berkorban, karenaapa yang aku lakukan bukan untuk siapa-siapa melainkan untuk diriku, untuk bisa bersamamu.

Namun lagi-lagi, takdir rupanya masih senang bermain. Kembali, iamenunjukkan bahwa kamu bukanlah untukku. Sekali lagi, aku menerimanya, begitu saja.

Sakit? Jujur, sakitnya tak seperti dahulu walau apa yang terjadi tak jauh berbeda. Bahkan aku seperti mengalami de javu.

Aku hanya merasa sudah berusaha untuk bersamamu. Tapi ternyata gagal.

***

Aku hanya kembali ke awal.