Aku Maunya Kamu, Titik!
Sudah lebih dari setengah jam kita berada di cafe ini, hanya saling diam. Kamu, entah apa yang sedang kamu pikirkan. Sampai beberapa saat lalu aku seperti kembali harus mengenali dirimu. Dirimu yang sekarang aku rasa bukanlah yang aku kenal.
Kita memang baru saling mengenal beberapa bulan saja. Tapi entah mengapa kehadiranmu seakan telah menjadi satu rutinitas tersendiri dalam hidupku. Rutinitas yang tak pernah membuatku jemu untuk menunggu. Segala bentuk perhatian dan juga kasih sayang yang kamu berikan, sedikit demi sedikit membuatku merasa kamulah pelengkapku.
Hingga beberapa saat lalu, semua berubah dalam satu helahan nafas. Apakah kamu telah menipuku, atau aku saja yang terlalu naif memandang semua yang terjadi diantara kita. Aku masih mencoba mencerna semua, mencari dimana letak salahnya. Tapi pikiranku seakan tak bisa diajak untuk berkompromi.
“Maaf...” Ujarmu perlahan.
Aku mengangkat kepalaku, yang sedari tadi menunduk menatap pekatnya kopi yang ada dihadapanku.
“Aku maunya kamu...,” gumamku, nyaris berbisik.
“Aku akan tetap ada untukmu,” kali ini kamu mengatakannya sambil mencoba memberikan kepastian melalui tatapan matamu.
Ah, sorot mata itu. Sorot mata yang selalu berhasil menenangkan kegundahanku, tapi tidak untuk kali ini.
“Mengapa seperti ini?” Tanyaku sambil berusaha menahan tangis yang tiba-tiba saja datang. Aku tak boleh menangis, terlebih dihadapanmu.
Dan kini, kamu kembali tertunduk. Entah sedang merangkai kata yang tepat untuk menjawab pertanyaanku atau sebenarnya dirimu tak memiliki secuilpun jawaban?
Diammu membuatku kembali menekuri masa lalu, saat-saat dimana aku merasa bahagia berada disisimu. Dan kemudian aku terhenyak saat mengingat bagaimana kamu merengkuhku dan berkata aku sayang kamu. Ya... kamu berkata sayang, bukan cinta. Ah... memang aku yang terlalu naif. Tapi tetap saja semua itu tak dapat seketika menghilangkan rasa sakit yang kini aku rasakan. Semua bagaikan sayatan sembilu yang lukanya tak tampak dipermukaan.
“Aku maunya kamu, titik!” kataku tiba-tiba, sedikit keras. Aku sendiri sedikit kaget karena kata-kata itu meluncur begitu saja.
Kamu langsung menatapku, tampak keterkejutan disana. Sejenak kamu tampak ragu, namun kemudian segera meraih tanganku dan menggenggamnya. Ada kesedihan terpancar dimatamu.
“Aku akan selalu ada disisimu, menjagamu dan akan selalu ada saat kamu butuh.”
Ah... andai kata-kata itu kamu ucapkan sebulan yang lalu mungkin aku akan tersenyum bahagia mendengarnya, tetapi tidak sekarang.
Aku bangkit dan berdiri disisinya, “Aku tau kamu akan berada disisiku. Tapi aku maunya kamu... sebagai kekasihku, bukan sebagai calon suami ibuku!!!” bisikku sebelum akhirnya beranjak pergi meninggalkannya.
------------
*menerima kritik dan saran*
*update
Jumlah kata : 381 kata ^^
wwwwaah..so cool !!
ReplyDelete.tq mba' dah d'follow..
mampir2 yh ..
njleb!
ReplyDeletelllllllove it! hahaha.. keren lho! ^^
ya ampuunn hahaha :D
ReplyDeleteSakiit hati... hehe...
ReplyDeleteOiya, Inge memang nggak pake rata kanan ya?
nggak mba'... emang knp ya? :)
DeleteSaya udah serius mbacanya, eh ending-nya luar biasa! :D
ReplyDeleteGak ada kritik untuk yang satu ini. ^^
hehehehhe...mantap!
ReplyDelete