Ada Dia Di Matamu.
Ada rasa hangat menjalar keseluruh tubuhku, sesaat setelah aku menjejakkan kaki ke hamparan pasir putih ini. Dari sini kudapati dirimu sedang duduk menikmati indah senja yang mulai bergulir. Sesekali kamu menyibakkan rambut yang dipermainkan oleh semilir angin, selebihnya kamu hanya diam memandang jauh kebatas cakrawala. Entah apa yang sedang bermain dalam pikiranmu.
Perlahan aku mendekatimu, terdiam sejenak dibelakangmu. Begitu asyiknya lamunanmu hingga tak menyadari kedatanganku.
“Indah ya…” Bisikku akhirnya, dan duduk di sampingmu.
Sedikit terkejut, tapi kamu langsung tersenyum dan menatap kearahku. “Ya, aku sangat suka pantai dan senja. Indah tak ada lukisan yang mampu menggambarkannya.”
Ah, kamu memang selalu puitis.Sekilas aku menatap matamu, sebelum akhirnya kamu mengalihkan pandangan, kembali menikmati senja. Ada dia di matamu. Ya, aku yakin sekali… masih ada dia di matamu.
Ada rasa perih membingkai hati setiap kali menatap matamu, dan masih kutemukan dia disana. Tapi mungkin itu semua juga bukan salahmu, tetapi salahku. Aku, yang memaksa masuk diantara kalian.
Sejenak aku ikut larut menikmati mentari yang makin tergelincir, seakan ingin melepaskan semua luka yang kurasakan supaya ikut hilang bersama mentari menuju gelapnya malam.
Mentari sudah hampir sepenuhnya menghilang dan kamu masih asyik dengan lamunanmu.
“Masuk yuk.” Ajakku,kuraih tanganmu dan menggenggamnya.
“Sebentar lagi ya.” Gumammu, sambil membalas genggamanku, kemudian menatapku dan kembali berujar, “kamu masuk lah dulu, nanti aku menyusulmu.”
Ah, kamu masih ingin sendiri rupanya.
“Baiklah, jangan terlalu lama di sini, anginnya agak kencang hari ini.” Kataku sambil berdiri. Sebelum beranjak pergi masih sempat kulihat kamu tersenyum dan lagi-lagi… masih ada dia di matamu.
***
Aku menatap punggungmu yang menjauh. Aku masih ingin di sini, sendiri. Mencoba mencerna semua yang terjadi, dan juga mencoba menerimamu.
Kadang aku masih bertanya, mengapa kamu melakukan ini. Memaksakan semuanya, dan seperti tak mau menunggu. Terkadang aku masih merasa marah padamu, karena aku merasa kamu menganggapku tak mampu mengatasi semuanya sendiri. Tapi, aku juga tak ingin lebih menyakitimu. Aku tahu, kamu terluka atas semua ini.
Aku tahu, kamu pasti mengerti jika aku belum dapat menerimamu secara utuh. Masih ada seseorang yang mengisi relung hatiku. Seseorang yang dalam anganku masih ingin kujadikan labuhan akhirku. Tapi kini itu tak mungkin, karena kamu memaksakan diri untuk mengambil tempatnya.
Ah, andai semua tak terjadi.
Maafkan aku. Gumamku, kembali menekuri senja yang semakin beranjak menuju peraduannya.
***
Sebelum memasuki rumah, aku kembali menatap dirimu.
Masihkah kamu memikirkannya?
Masihkah kamu marah padaku?
Masihkah kamu marah padaku?
Pertanyaan-pertanyaan itu selalu terlintas setiap kali menatapmu. Ingin aku mengangkat semua bebanmu, dan itulah yang sekarang berusaha aku lakukan, walau mungkin kamu tak menyukainya.
Maafkan aku, jika memaksakan diri untuk berada disampingmu. Menemanimu melewati semua. Karena aku tau, dia yang kamu tunggu tak akan pernah datang. Aku menemuinya beberapa saat lalu. Memberinya pilihan, bertanggung jawaban atas bayi yang ada dikandunganmu, atau aku yang akan mengambil alih perannya selamanya. Dan dia… memilih yang kedua, karena ternyata dia juga telah memiliki seseorang yang telah sah menjadi istrinya, bahkan saat masih bersamamu.
Aku terlalu mencintaimu, dan tak ingin kamu melewati ini semua seorang diri.Dan aku mengerti, jika masih ada dia di matamu.
********
*menerima kritik dan saran*
jumlah kata : 499 Kata ^^
Keren seperti biasanya Non ;)
ReplyDeleterumit jadinya iki,
ReplyDeleterapi euy :)
aduh mbak...aku ribet lek ngitung kata..hehehe
ReplyDeletekmn aje nih??
dia
ReplyDeletebukan pelangi lagi yah mbak
heheheee jambrud dong :D
kurang sekata lagi jadi 500 tuh.. masih pas sama yang disyaratkan dalam fiksi mini..
ReplyDeleteah nggak ada kritik. bagus koq!