Pages

Wednesday, January 18, 2012

#15HariNgeblogFF Day7


Sepucuk Surat (Bukan) Dariku


“Ayo lah… hanya satu bulan satu kali. Terserah kamu ingin menulis apa, tapi aku ingin menerima sepucuk surat darimu setiap bulannya. Surat dengan tulisan tanganmu didalamnya.”

“Sepucuk surat dariku? Untuk apa? Toh, kita bisa SMS-an, telpon-telponan, bahkan saling bertatap langsung via skype?”

“Pokoknya aku maunya surat, satu surat setiap bulan dengan tulisan tanganmu.”

“Ya… ya… aku coba ya.”

“Harus, jangan cuman janji!!”

Aku masih begitu ingat percakapan terakhir dengan Rea, sebelum akhirnya aku berangkat ke Jakarta, enam bulan yang lalu. Sedikit aneh awalnya, saat aku pertama kali menuliskan surat untuknya, kami memang terpisah jarak, aku di Jakarta sedang dia di Surabaya. Aku ingat surat pertama untuknya hanya mengutip salah satu puisi dari buku kumpulan puisi milik teman sekantorku. Dan dia membalasnya dengan puisi juga, buatan sendiri tentunya.

Dia tak pernah protes dengan apapun yang kutuliskan dalam suratku, dan dia selalu membalasnya. Jika sampai mendekati akhir bulan aku belum juga mengirimkannya sepucuk surat, ia akan menagihnya melalui SMS atau telepon. Dan itu akan terus ia lakukan sampai dia menerima suratku.

Tapi entah mengapa, ketika suratku belum dibalas olehnya ada sesuatu yang hilang aku rasakan. Ah… dia berhasil membuatku ketagihan membaca suratnya. Dan dua bulan ini suratku tak pernah dibalas olehnya, bahkan surat terakhirku kembali ketanganku, sama seperti saat aku mengirimkannya. Dan ketika aku hendak menanyakan apa yang terjadi, Rea sudah tidak dapat dihubungi lagi. Bahkan teman-teman kami juga tak tahu dimana dia sekarang. Semua itu membuatku bingung.

Apa yang terjadi pada Rea?
Mengapa suratku kembali?
Apa dia sekarang sudah tinggal lagi bersama orang tuanya?

Banyak pertanyaan lain yang wara wiri dipikiranku, saat aku sedang berada di pesawat yang sedang membawaku pulang ke Surabaya.

 Saat sampai di Bandara Juanda, aku langsung menaiki taxi pertama yang ku lihat, sambil terusa berusaha menghubungi handphone Rea selama dalam perjalanan ke rumah kontrakannya. Ternyata memang dia sudah tidak tinggal disana. Rumah itu kini kosong.

Segera aku meminta sopir taxi itu untuk mengantarkanku ke rumah orang tua Rea.

Sesampai di rumah orang tua Rea, aku disambut hangat oleh ibunya. Setelah basa basi sebentar, aku menanyakan tentang Rea, bukan jawaban yang langsung aku terima. Beliau pamit masuk ke dalam salah satu kamar, mengambilkan sesuatu katanya.

Beberapa saat kemudian beliau menyerahkan sebuah kotak padaku. Titipan dari Rea, katanya. Sejenak aku ragu membuka kotak itu, tapi rasa penasaran menghapuskan semua keraguan itu.

Saat membuka kotak itu, beberapa benda yang aku kenal ada di sana. Fotoku saat berdua dengan Rea, dan surat-surat yang pernah aku kirimkan padanya. Hingga ada satu surat yang berbeda. Sepucuk surat yang bukan dariku. Tak ada keterangan siapa pengirimnya. Saat aku membaca surat itu, ah… ternyata surat itu dari Alia, kekasihku di Bandung. Alia pasti menyalah artikan persahabatanku dengan Rea.

Dan di balik surat itu ada tulisan dari Rea, tulisan yang membuatku sangat terkejut.

Rea menuliskan bahwa ia mencintaiku, dan memilih pergi sebelum aku yang meninggalkan dia. Rea, sahabatku. Orang yang sebenarnya juga kucintai, hanya aku takut merusak persahabatan yang telah terbina. Haruskah aku meninggalkan Alia, dan mencari Rea?


********
*menerima kritik dan saran*

jumlah kata : 492 Kata ^^  

2 comments:

makaci udah mampir di CyBer dReaM bOx
berbagi yukz, lewat komentar ^^
*moderasi dulu yah :p*
happy blogging ^^

no SPAM yak >.<

have a nice day everydaaaaaay ^^